Langsung ke konten utama

Puasa Pekanan Pekan 1

Memasuki tahap Kepompong di kelas Bunda Cekatan Batch 1 kami diberikan tantangan. Nggak tanggung-tanggung, tantangannya langsung 2! Tantangan kali ini seru banget, karena menguji komitmen dan konsistensi serta kejujuran kami.

Tantangan yang pertama adalah puasa pekanan. Selama sepekan kami diminta untuk berpuasa dari hal-hal yang menggangu mind map kami. Saya sendiri memiliki mind map yang "Manajemen Waktu" bangeeett. Maka untuk pekan pertama ini saya memilih puasa dari rasa nanggung atau malas yang membuat sholat jadi tertunda. Ini kaitannya dengan peran saya sebagai hamba Allah.

Jadi saat diminta membuat mind map di tahap telur dulu, saya membuat mind map yang cukup spesifik dari keterampilan yang saya butuhkan, yaitu Manajemen Waktu dan Manajemen Emosi. Setelah saya renungi dan breakdown lagi ternyata mind map besar saya bertema manajemen waktu, karena saya membagi diri saya ke lima peran yaitu sebagai individu (hamba Allah), sebagai istri, sebagai ibu, sebagai manajer rumah tangga, dan sebagai kahima. Di puasa pekan pertama ini saya memilih menguatkan peran saya sebagai individu (hamba Allah), khususnya memperbaiki sholat, karena menurut saya peran itulah yang paling utama dari semua peran lainnya.

Kenapa saya memilih puasa dari rasa nanggung atau malas yang membuat sholat jadi tertunda?
Karena sholat adalah amalan yang pertama akan dihisab. Sholat juga menjadi sarana utama saya berkomunikasi dengan Allah. Selain itu saya pun termotivasi dengan nasihat "kalau ingin memperbaiki urusan dunia, perbaiki dulu urusan akhirat, dimulai dari perbaiki sholat". Maka, saya pilih saya harus memperbaiki sholat saya dengan berusaha sholat di awal waktu. Segera setelah adzan berkumandang saya bersiap mengambil wudhu untuk sholat. Kegiatan apapun yang saya lakukan saat itu, meski nanggung, harus saya tinggalkan. Rasa malas harus disingkirkan. Bagi ibu rumah tangga dengan bayi dan tanpa ART saya merasa ini cukup menantang, tapi pasti bisa dilakukan. Saya sadar banget selama ini saya sering mengakhirkan waktu sholat karena merasa nanggung, atau karena memang menuruti rasa malas dengan beralasan "nanti deh, kan waktunya masih panjang". Hiks...

Setiap harinya kami diminta menempelkan badge secara mandiri di kalender puasa pekanan kami. Ada 4 buah badge yaitu Excellent, Very Good, Satisfactory, dan Need Improvement. Indikatornya silakan tentukan sendiri, seberkualitas apa puasa kita pada hari itu. Saya sendiri membuat indikator sebagai berikut :

🌟 Excellent jika 5/5 di awal waktu
🌟 Very Good jika 4/5 di awal waktu
🌟 Satisfactory jika 3/5 di awal waktu
🌟 Need Improvement jika 2/5 atau 1/5 di awal waktu
Batasan awal waktu adalah maksimal 15 menit setelah iqamat.

Alhamdulillah sudah mencapai hari ketiga dan saya berhasil melalui dengan baik, meski belum sempurna πŸ™ˆ
Tapi Masya Allah... Beneran langsung ngefek looohh 😍
Rasanya enaaakk aja gitu menjalani hari. Jadi bener kalo mau urusan dunianya lancar, perbaiki hubungan sama Allah, yang pertama kali diperbaiki sholatnya 😍

Semoga dengan begini saya jadi terbiasa untuk sholat di awal waktu dan berlanjut teruuusss dan menjadi habit. Aamiin...
Rencananya nanti saat puasa pekan kedua saya akan melanjutkan puasa ini plus menambah puasa yang lain untuk peran diri sebagai istri. Bismillah semoga berhasil πŸ’ͺ


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Jurnal 4 : SMART Goals dan Sumber Daya

Di sistem umpan balik yang keempat ini saya mendapatkan buddy dari Jakarta, mbak Helena namanya. Beliau seorang ibu bekerja di ranah domestik dan juga aktif sebagai blogger. Saat berkenalan beliau cerita bahwa beliau pernah tinggal di Palu! Obrolan seputar tempat wisata di Palu dan sekitarnya pun mengalir. Ah, rasanya ingin sekali pandemi cepat berlalu jadi saya bisa jalan-jalan yang agak jauh lagi. Sudah lama berencana ke Donggala lagi, atau ke Poso, tapi karena Pandemi jadi tertunda. Paling jauh ke Sibedi di Sigi πŸ˜… Selain ngobrolin tempat wisata di Palu dan sekitarnya, kami juga ngobrolin proses menjalankan tantangan 4 kemarin. Ternyata mbak Helena sama seperti saya yang berjalan bersama tim keluarga, bedanya mbak Helena melibatkan anak-anaknya sedangkan saya hanya dengan suami saja. Proses menentukan SMART Goals pun tidak terlalu sulit, diskusi yang terjadi di tim beliau berjalan lebih santai dan lebih mudah dari sebelumnya. Melihat SMART Goals dan milestone yang dibuat oleh mbak H...

Ibu, Kuatlah! Demi Surga Anakmu!

Para pengikut yang setia mendampingi Abdullah bin Zubair makin sedikit, dan ia mengkhawatirkan keselamatan mereka. Tetapi mereka ini tidak mau meninggalkannya sendirian sebagaimana teman-temannya walau nyawa harus menjadi taruhannya. Abdullah bin Zubair menemui ibunya, Asma’ binti Abu Bakar, yang telah berusia hampir 100 tahun dan telah buta matanya. Dia datang untuk mendiskusikan masalah yang dihadapinya. Abdullah bin Zubair menceritakan kepada ibunya situasi yang sedang dihadapinya. Termasuk berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada pasukan yang dipimpinnya. Jumlahnya memang sangat sedikit. Mendengar penuturan putranya tersebut, Asma’ jadi teringat dengan "ramalan" Nabi shalallahu β€˜alaihi wassalam saat melahirkannya. Inilah masa yang digambarkan oleh Rasulullah untuk putranya, dan ternyata ia ditakdirkan untuk menyaksikan kejadian tragis tersebut. Sebagai seorang ibu yang berhati tegar dan sangat teguh memegang kebenaran, Asma’ berkata, ...

Perjalanan Belajar Terbang Pekan Pertama

Alhamdulillah sudah sampai di pekan pertama tahap Kupu-kupu. Di pekan ini kami diibaratkan sebagai kupu-kupu muda yang baru belajar terbang.  Pembelajaran kali ini menggunakan fitur baru dari Facebook, yaitu fitur Mentorship. Setiap mahasiswa diminta mendaftar menjadi mentor untuk bidang yang dikuasainya, dan menjadi mentee untuk bidang yang akan dipelajarinya sesuai dengan peta belajarnya. Belajar Terbang Sebagai Mentor Awalnya saya bingung akan menjadi mentor di bidang apa. Saya sempat terpikirkan untuk menjadi mentor mengawal perkembangan anak usia 0-6 tahun. Kemudian keesokan harinya saya teringat bahwa selama lebih dari enam tahun kami sudah hidup tanpa TV dan kami bahagia dengan hal itu. Anak-anak kami tetap memiliki waktu melihat layar atau screentime, tetapi waktunya kami batasi dan durasi waktu tersebut sesuai kesepakatan kami dan anak-anak. Alhamdulillah selama ini anak-anak sangat minim aktivitas layar, sehari hanya maksimal 30 menit saja. Biasanya hanya 10-20 menit. Itu...