Langsung ke konten utama

Membangun Karakter di Hexagon City

Pekan ini saya kembali dibuat terkagum-kagum dengan Hexagon City. Konsep Character to Nation yang disampaikan founding mother membuat saya pribadi merinding. Bagaimana tidak? Beliau ingin kami memiliki karakter moral yang sama sebagai Hexagonia untuk membangun peradaban  Hexagon City. Karakter moral yang beliau maksud juga sama dengan karakter moral Ibu Profesional. Karakter moral sendiri diartikan sebagai kumpulan kualitas perilaku moral yang bisa menyatukan dan mendefinisikan secara budaya sebagai perbedaan dari warga lain. Kesamaan karakter moral akan menjadi identitas suatu kelompok. Di Hexagon City ada 3 komponen karakter moral yang harus kami miliki, yaitu: 

  • Moral knowing, yaitu pengetahuan tentang moral. Ada 6 yang berlaku di Hexagon City.
  • Moral feeling, yaitu perasaan tentang moral. Ada 6 yang harus mampu dirasakan oleh para Hexagonia.
  • Moral action, yaitu bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Bisa dilihat dari 3 hal yaitu kompetensi, keinginan, dan kebiasaan.
Selain karakter moral ada juga karakter kinerja, yaitu kumpulan kualitas sikap perilaku yang dimiliki oleh seseorang yang akan menentukan pencapaian prestasi kerja dalam kehidupannya. Berbeda dengan karakter moral, karakter kinerja bisa beragam antar Hexagonia. Kami pun bisa memilih karakter kinerja apa yang ingin kami latih untuk diri kami sendiri, sesuai peran yang kami pilih di Hexagon City. Maka, pekan ini saya melangkah lebih jauh bersama teman-teman satu Co-Housing. Kami berdiskusi dan menentukan karakter kinerja apa yang akan mendukung berjalannya project passion, karakter yang akan menghambat, dan karakter yang berpotensi menghentikan project passion kami. Masing-masing dari kami memberi pendapat di jamboard, lalu kami mendiskusikannya.


Saya menuliskan kreatif dan inovatif serta tepat waktu sebagai karakter yang mendukung. Saya pun menuliskan prokrastinasi sebagai karakter yang menghambat. Sebetulnya, saya ingin memilih salah satu dari kreatif dan inovatif serta tepat waktu untuk saya latih selama kelas Bunpro ini, sayangnya saat zoom meeting bertepatan dengan jam (akan) tidur anak-anak dan suami sedang di luar kota, sehingga saya harus izin tidak ikut berdiskusi langsung. Saat saya membuka WAG CH, karakter kinerja yang tersisa untuk dipilih hanya 2 yaitu critical thinking dan aktif. Bismillah saya pun memilih critical thinking. Kenapa? Karena karakter aktif sudah saya miliki, dan saya ingin melatih karakter lainnya. Critical thinking sendiri, meski saya pun memilikinya, namun belum terasah dengan baik. Mungkin ini bisa menjadi kesempatan saya mengasah kemampuan berpikir kritis saya agar semakin baik.


Bismillah, semoga selama kelas ini berjalan saya bisa memahami, merasakan, dan bertindak sesuai karakter critical thinking ini, sehingga bisa menularkannya pada teman-teman satu Co-Housing. Aamiin...


Value itu dijiwai, bukan dihapalkan. Karakter itu ditularkan, bukan diajarkan.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Jurnal 4 : SMART Goals dan Sumber Daya

Di sistem umpan balik yang keempat ini saya mendapatkan buddy dari Jakarta, mbak Helena namanya. Beliau seorang ibu bekerja di ranah domestik dan juga aktif sebagai blogger. Saat berkenalan beliau cerita bahwa beliau pernah tinggal di Palu! Obrolan seputar tempat wisata di Palu dan sekitarnya pun mengalir. Ah, rasanya ingin sekali pandemi cepat berlalu jadi saya bisa jalan-jalan yang agak jauh lagi. Sudah lama berencana ke Donggala lagi, atau ke Poso, tapi karena Pandemi jadi tertunda. Paling jauh ke Sibedi di Sigi 😅 Selain ngobrolin tempat wisata di Palu dan sekitarnya, kami juga ngobrolin proses menjalankan tantangan 4 kemarin. Ternyata mbak Helena sama seperti saya yang berjalan bersama tim keluarga, bedanya mbak Helena melibatkan anak-anaknya sedangkan saya hanya dengan suami saja. Proses menentukan SMART Goals pun tidak terlalu sulit, diskusi yang terjadi di tim beliau berjalan lebih santai dan lebih mudah dari sebelumnya. Melihat SMART Goals dan milestone yang dibuat oleh mbak H...

Ibu, Kuatlah! Demi Surga Anakmu!

Para pengikut yang setia mendampingi Abdullah bin Zubair makin sedikit, dan ia mengkhawatirkan keselamatan mereka. Tetapi mereka ini tidak mau meninggalkannya sendirian sebagaimana teman-temannya walau nyawa harus menjadi taruhannya. Abdullah bin Zubair menemui ibunya, Asma’ binti Abu Bakar, yang telah berusia hampir 100 tahun dan telah buta matanya. Dia datang untuk mendiskusikan masalah yang dihadapinya. Abdullah bin Zubair menceritakan kepada ibunya situasi yang sedang dihadapinya. Termasuk berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada pasukan yang dipimpinnya. Jumlahnya memang sangat sedikit. Mendengar penuturan putranya tersebut, Asma’ jadi teringat dengan "ramalan" Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam saat melahirkannya. Inilah masa yang digambarkan oleh Rasulullah untuk putranya, dan ternyata ia ditakdirkan untuk menyaksikan kejadian tragis tersebut. Sebagai seorang ibu yang berhati tegar dan sangat teguh memegang kebenaran, Asma’ berkata, ...