Langsung ke konten utama

Jurnal 4 Bunda Salihah IIP : SMART Goals dan Sumber Daya

Alhamdulillah... Akhirnya bisa nulis jurnal lagi. Huhuhu~
Beneran lega dan bersyukur karena ternyata saya bisa bertahan... Di materi 3 dan Questival kemarin rasanya pengen mundur aja... Karena memang perkuliahan kali ini terasa lebih berat... Plus saya memilih untuk membangun tim sendiri dan ternyata tim saya hanya berdua dengan suami. Pas materi 3 beliau ke luar kota dan kami nggak punya banyak waktu untuk ngobrol bareng tentang kuliah di kampus Ibu Pembaharu ini. Pas Questival beliau baru pulang dari luar kota dan saya sempet sakit gara2 mau haid jadi ikutan Questival nggak bisa extra miles. Lalu yang sekarang ini beliau sibuk banget sama kerjaan kantornya, weekend yang biasanya di rumah pun harus dihabiskan di kantor. Hiks...
Sempet terpikir untuk mengerjakan sendiri aja atau menawarkan beliau untuk nggak usah lanjut aja atau bahkan sayanya mundur dari perkuliahan ini, tapi ternyata akhirnya kami bisa menyempatkan untuk ngobrol bareng tentang SMART ini dan oret-oret template bareng. Beliau malah yang lebih paham dari saya karena beliau sudah terbiasa dengan metode SMART ini di pekerjaannya. Setelah kami ngobrol bareng dan saya pun curhat tentu aja, beliau mau lanjut dan tetap support saya untuk meneruskan perkuliahan ini. Huhuhu~ Alhamdulillah ya Allah 💕

Sekian curhat di jurnal kali ini hahaha...

Jadi materi keempat ini adalah tentang SMART Goals dan Sumber Daya. Sebelumnya saya sudah pernah mendengar tentang SMART Goals ini tapi nggak bener-bener paham, terutama tentang achievablenya haha... Karena selama ini kalo bikin goals kadang nggak bisa tercapai, ternyata bisa jadi karena saya bikinnya terlalu muluk-muluk (nggak sadar diri 😆) atau terlalu mudah jadi malah cenderung mengabaikan. Setelah dapat penjelasan dari Ibu ditambah penjelasan dari suami insya Allah sekarang udah paham dan semoga bisa menerapkannya. Aamiin...

Dan... Inilah hasil obrolan kami yang tertuang di template




Spesific
Tujuan besar atau jangka panjang kami adalah menjadi orangtua yang komunikatif, empati, dan asertif. Untuk bisa menjadi orangtua yang komunikatif ternyata kami perlu mengidentifikasi kesalahan-kesalahan komunikasi yang kami lakukan ke anak-anak. Satu hal yang akhirnya mau kami selesaikan terlebih dahulu adalah di cara kami memuji/mengapresiasi anak. Setelah kemarin kami mendalami masalah, didapatkan beberapa akar yaitu kurang mindful saat mengapresiasi/memuji dan kurang kosakata sehingga jarang bisa spesifik saat melontarkan apresiasi/pujian.
Kami memberi nama project ini Apresiasi Presisi. Memuji dengan cara yang tepat.

Measurable
Agar bisa terukur kami akan membuat indikator sendiri dan diberi nilai/poin. Misalnya untuk habituasi 1 nanti kami akan fokus memperbaiki cara memuji dengan cara memuji secara mindful, salah satu indikatornya adalah menatap mata anak saat member pujian. Kami pun sudah menyepakati untuk tidak menggunakan single word semacam hebat, pinter, bagus, keren, dsb saat sedang memberi apresiasi. 

Achieveable
Buddy saya saat di review 1 mengatakan bahwa masalah yang saya angkat ini sebenernya dalem sekali. Saya pun kemudian benar-benar menyadarinya saat mendalami masalah di materi 3 kemarin. Sempat ragu apakah kami benar-benar bisa menyelesaikannya? Setelah kami mengobrol dan mengingat-ingat pilar-pilar home team kami, insya Allah tujuan ini bisa kami raih karena komunikasi merupakan salah satu kekuatan kami.

Relevant
Menjadi orangtua adalah status seumur hidup bagi kami. Komunikasi orangtua dan anak juga merupakan hal yang akan terjadi sampai kehidupan kami berakhir. Mengapresiasi anak dengan tepat juga perlu terus dilakukan meski nanti anak-anak sudah tumbuh dewasa. Jadi project Apresiasi Presisi ini insya Allah relevan dengan kebutuhan kami saat ini yang belum bisa mengapresiasi dengan tepat, juga relevan dengan kehidupan kami ke depannya.

Time Bound
Kami menetapkan waktu 8 bulan, yaitu 1 bulan preparasi, 3 bulan habituasi 1 yaitu berlatih membiasakan diri mengapresiasi dengan mindful, 3 bulan habituasi 2 yaitu berlatih membiasakan diri mengapresiasi dengan spesifik/deskripsi, dan 1 bulan refleksi.

Resource yang kami miliki 
Untuk saat ini sumber daya yang kami miliki adalah diri kami sendiri yang memiliki softskill yang mendukung project ini (communication, commitment, maximizer, responsibility, teamwork, perseverance, adaptability), anak-anak yang berkembang sesuai harapan dan suportif, relasi yang paham tentang pendidikan keluarga, buku-buku tentang komunikasi orangtua dan anak, ketersediaan gawai dan teknologi, serta budget dana untuk investasi ilmu.

Bismillah semoga project ini bisa berjalan dengan baik dan membawa perubahan positif di keluarga kami, serta tujuan kami bisa tercapai. Aamiin...

Komentar

  1. MasyaAllah menarik banget tantangan keluarga ini. Aku penasaran dengan jalannya habituasi nanti. Semoga lancar ya mbak.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Jurnal 4 : SMART Goals dan Sumber Daya

Di sistem umpan balik yang keempat ini saya mendapatkan buddy dari Jakarta, mbak Helena namanya. Beliau seorang ibu bekerja di ranah domestik dan juga aktif sebagai blogger. Saat berkenalan beliau cerita bahwa beliau pernah tinggal di Palu! Obrolan seputar tempat wisata di Palu dan sekitarnya pun mengalir. Ah, rasanya ingin sekali pandemi cepat berlalu jadi saya bisa jalan-jalan yang agak jauh lagi. Sudah lama berencana ke Donggala lagi, atau ke Poso, tapi karena Pandemi jadi tertunda. Paling jauh ke Sibedi di Sigi 😅 Selain ngobrolin tempat wisata di Palu dan sekitarnya, kami juga ngobrolin proses menjalankan tantangan 4 kemarin. Ternyata mbak Helena sama seperti saya yang berjalan bersama tim keluarga, bedanya mbak Helena melibatkan anak-anaknya sedangkan saya hanya dengan suami saja. Proses menentukan SMART Goals pun tidak terlalu sulit, diskusi yang terjadi di tim beliau berjalan lebih santai dan lebih mudah dari sebelumnya. Melihat SMART Goals dan milestone yang dibuat oleh mbak H...

Membangun Karakter di Hexagon City

Pekan ini saya kembali dibuat terkagum-kagum dengan Hexagon City. Konsep Character to Nation yang disampaikan founding mother membuat saya pribadi merinding. Bagaimana tidak? Beliau ingin kami memiliki karakter moral yang sama sebagai Hexagonia untuk membangun peradaban  Hexagon City. Karakter moral yang beliau maksud juga sama dengan karakter moral Ibu Profesional. Karakter moral sendiri diartikan sebagai kumpulan kualitas perilaku moral yang bisa menyatukan dan mendefinisikan secara budaya sebagai perbedaan dari warga lain. Kesamaan karakter moral akan menjadi identitas suatu kelompok. Di Hexagon City ada 3 komponen karakter moral yang harus kami miliki, yaitu:  Moral knowing, yaitu pengetahuan tentang moral. Ada 6 yang berlaku di Hexagon City. Moral feeling, yaitu perasaan tentang moral. Ada 6 yang harus mampu dirasakan oleh para Hexagonia. Moral action, yaitu bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Bisa dilihat dari 3 hal yaitu komp...

Ibu, Kuatlah! Demi Surga Anakmu!

Para pengikut yang setia mendampingi Abdullah bin Zubair makin sedikit, dan ia mengkhawatirkan keselamatan mereka. Tetapi mereka ini tidak mau meninggalkannya sendirian sebagaimana teman-temannya walau nyawa harus menjadi taruhannya. Abdullah bin Zubair menemui ibunya, Asma’ binti Abu Bakar, yang telah berusia hampir 100 tahun dan telah buta matanya. Dia datang untuk mendiskusikan masalah yang dihadapinya. Abdullah bin Zubair menceritakan kepada ibunya situasi yang sedang dihadapinya. Termasuk berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada pasukan yang dipimpinnya. Jumlahnya memang sangat sedikit. Mendengar penuturan putranya tersebut, Asma’ jadi teringat dengan "ramalan" Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam saat melahirkannya. Inilah masa yang digambarkan oleh Rasulullah untuk putranya, dan ternyata ia ditakdirkan untuk menyaksikan kejadian tragis tersebut. Sebagai seorang ibu yang berhati tegar dan sangat teguh memegang kebenaran, Asma’ berkata, ...