Langsung ke konten utama

Aliran Rasa Komprod

Kunci utama dalam keharmonisan sebuah hubungan adalah komunikasi yang baik. Saya menemui kasus-kasus pertengkaran dan ketidakharmonisan berawal dari buruknya komunikasi. Tidak usah jauh-jauh, bahkan dalam rumah tangga orang terdekat saya pun menjumpainya. Akibat buruknya komunikasi dan akhirnya semua masalah menjadi bom waktu dan meledak. Sangaaaat mengerikan! Masalah-masalah sepele yang terakumulasi akibat tidak adanya komunikasi yang baik. Saat ini bahkan bisa dikatakan komunikasinya telah mati. Sapaan-sapaan yang ada hanyalah formalitas. Sebagai "pendatang" di keluarga tersebut saya merasa bingung untuk melebur ke dalamnya karena selama ini saya dibesarkan dalam keluarga yang terbuka dalam hal komunikasi.

Berangkat dari pengalaman orang-orang terdekat saya bertekad untuk selalu terbuka dengan suami dan anak-anak serta melakukan komunikasi yang baik. Selama ini saya pikir apa yang telah saya lakukan dalam keluarga kecil saya sudah cukup tepat, setelah mengikuti games level 1 ini ternyata masih banyak PR saya salam berkomunikasi terutama komunikasi kepada anak.

Tantangan komunikasi produktif ini memang tidak mudah. Dalam prakteknya saya terbentur pada mood saya sendiri yang senantiasa naik turun. Hari ini berhasil, esok ternyata tidak berjalan mulus. Tertatih-tatih saya belajar dalam game ini. Yang menarik, bukan hanya saya yang belajar tapi juga suami saya. Kami bersama-sama belajar memperbaiki diri untuk menjadi pasangan yang romantis harmonis dan orang tua yang bijak. Alhamdulillah semenjak mempraktekkan ilmu dari kelas bunsay komunikasi dan hubungan saya dan suami semakin baik, kedekatan saya dan anak-anak pun semakin mesra. Emosi saya maupun anak-anak pun lebih stabil.

Ini hanyalah awal untuk sebuah perubahan yang kami usahakan. Semangaaatt!

Kuningan, 24 Juni 2017
Malam 1 Syawal 1438H

#catatanbelajarbunfasya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Jurnal 4 : SMART Goals dan Sumber Daya

Di sistem umpan balik yang keempat ini saya mendapatkan buddy dari Jakarta, mbak Helena namanya. Beliau seorang ibu bekerja di ranah domestik dan juga aktif sebagai blogger. Saat berkenalan beliau cerita bahwa beliau pernah tinggal di Palu! Obrolan seputar tempat wisata di Palu dan sekitarnya pun mengalir. Ah, rasanya ingin sekali pandemi cepat berlalu jadi saya bisa jalan-jalan yang agak jauh lagi. Sudah lama berencana ke Donggala lagi, atau ke Poso, tapi karena Pandemi jadi tertunda. Paling jauh ke Sibedi di Sigi 😅 Selain ngobrolin tempat wisata di Palu dan sekitarnya, kami juga ngobrolin proses menjalankan tantangan 4 kemarin. Ternyata mbak Helena sama seperti saya yang berjalan bersama tim keluarga, bedanya mbak Helena melibatkan anak-anaknya sedangkan saya hanya dengan suami saja. Proses menentukan SMART Goals pun tidak terlalu sulit, diskusi yang terjadi di tim beliau berjalan lebih santai dan lebih mudah dari sebelumnya. Melihat SMART Goals dan milestone yang dibuat oleh mbak H...

Membangun Karakter di Hexagon City

Pekan ini saya kembali dibuat terkagum-kagum dengan Hexagon City. Konsep Character to Nation yang disampaikan founding mother membuat saya pribadi merinding. Bagaimana tidak? Beliau ingin kami memiliki karakter moral yang sama sebagai Hexagonia untuk membangun peradaban  Hexagon City. Karakter moral yang beliau maksud juga sama dengan karakter moral Ibu Profesional. Karakter moral sendiri diartikan sebagai kumpulan kualitas perilaku moral yang bisa menyatukan dan mendefinisikan secara budaya sebagai perbedaan dari warga lain. Kesamaan karakter moral akan menjadi identitas suatu kelompok. Di Hexagon City ada 3 komponen karakter moral yang harus kami miliki, yaitu:  Moral knowing, yaitu pengetahuan tentang moral. Ada 6 yang berlaku di Hexagon City. Moral feeling, yaitu perasaan tentang moral. Ada 6 yang harus mampu dirasakan oleh para Hexagonia. Moral action, yaitu bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Bisa dilihat dari 3 hal yaitu komp...

Ibu, Kuatlah! Demi Surga Anakmu!

Para pengikut yang setia mendampingi Abdullah bin Zubair makin sedikit, dan ia mengkhawatirkan keselamatan mereka. Tetapi mereka ini tidak mau meninggalkannya sendirian sebagaimana teman-temannya walau nyawa harus menjadi taruhannya. Abdullah bin Zubair menemui ibunya, Asma’ binti Abu Bakar, yang telah berusia hampir 100 tahun dan telah buta matanya. Dia datang untuk mendiskusikan masalah yang dihadapinya. Abdullah bin Zubair menceritakan kepada ibunya situasi yang sedang dihadapinya. Termasuk berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada pasukan yang dipimpinnya. Jumlahnya memang sangat sedikit. Mendengar penuturan putranya tersebut, Asma’ jadi teringat dengan "ramalan" Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam saat melahirkannya. Inilah masa yang digambarkan oleh Rasulullah untuk putranya, dan ternyata ia ditakdirkan untuk menyaksikan kejadian tragis tersebut. Sebagai seorang ibu yang berhati tegar dan sangat teguh memegang kebenaran, Asma’ berkata, ...