Langsung ke konten utama

Berpuasa Berarti Menahan Diri

Tahun ini merupakan Ramadhan keempat bagi Faiq. Jika tahun lalu Faiq masih sekadar berkenalan dengan kata puasa lewat sebuah cerita, kini di usianya yang sudah tiga tahun Faiq mulai mengerti apa itu puasa dan seperti apa rasanya jika kita berpuasa.

Menjelaskan ibadah yang tak nampak ini kepada balita bukan perkara mudah. Berbeda dengan shalat dan mengaji yang jelas-jelas bisa dilihat dan ditiru, berpuasa menjadi hal abstrak bagi balita. Seperti biasa, saya mencoba menjelaskan dengan cerita dari salah satu buku miliknya ditambah sedikit improvisasi.

"bunda mau ngga?" ujarnya sambil meyodorkan sepotong kue.

"ngga nak, bunda kan sedang berpuasa"

"kalo puasa itu ngga boleh makan ya bunda, ngga boleh minum" ia berkata lagi

"iya, sama ngga boleh marah-marah juga. Kan berpuasa artinya menahan diri," jawab saya

"bunda jangan marah-marah ya, kan puasa"
Saya menahan tawa. Meski sadar betul bahwa saya sedang berpuasa, saya kerap lupa bahwa ada emosi negatif yang harus saya tahan agar puasa saya tidak rusak.

"bunda, kalau kakak puasa, kakak ngga makan sama minum, kakak jadi laper bunda" ujarnya

"kakak masih kecil, belum baligh, jadi belum wajib berpuasa. Nanti kalau kakak puasa, terus kakak merasa lapar atau haus, kakak bilang ya" ujar saya

"bunda puasa biar apa?" tanyanya lagi

"bunda puasa biar bisa lebih mudah berbuat baik sama orang lain. Kalau lagi puasa kan kita belajar menahan diri, menahan keinginan. Nantinya, kalau kita sudah bisa menahan diri kita akan lebih mudah untuk berbuat baik kepada orang lain. Kalau berbuat baik itu misalnya yang bagaimana ya kak?"

"kalau Fakhri mau pinjem mainan kakak, terus kakak kasihin" ia menjawab.

"betul" saya menanggapi sambil tersenyum senang.

Sungguh, tantangan menjadi orang tua itu banyak sekali, dan pertanyaan-pertanyaan anak seringkali tidak terduga. Tetapi dari mereka kita belajar untuk bisa lebih hati-hati dalam berbicara dan menyampaikan jawaban karena anak selalu menganggap kita "si serba tahu" dan mereka akan percaya dengan yang kita katakan.

"bunda, jangan berhenti belajar, ya!" saya berbisik pada pantulan wanita berkacamata di hadapan saya.

*********

Karanganyar, 6 Juni 2017
Ramadhan hari kesebelas.

#catatanbelajarbunfasya
#level1
#day4
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Jurnal 4 : SMART Goals dan Sumber Daya

Di sistem umpan balik yang keempat ini saya mendapatkan buddy dari Jakarta, mbak Helena namanya. Beliau seorang ibu bekerja di ranah domestik dan juga aktif sebagai blogger. Saat berkenalan beliau cerita bahwa beliau pernah tinggal di Palu! Obrolan seputar tempat wisata di Palu dan sekitarnya pun mengalir. Ah, rasanya ingin sekali pandemi cepat berlalu jadi saya bisa jalan-jalan yang agak jauh lagi. Sudah lama berencana ke Donggala lagi, atau ke Poso, tapi karena Pandemi jadi tertunda. Paling jauh ke Sibedi di Sigi 😅 Selain ngobrolin tempat wisata di Palu dan sekitarnya, kami juga ngobrolin proses menjalankan tantangan 4 kemarin. Ternyata mbak Helena sama seperti saya yang berjalan bersama tim keluarga, bedanya mbak Helena melibatkan anak-anaknya sedangkan saya hanya dengan suami saja. Proses menentukan SMART Goals pun tidak terlalu sulit, diskusi yang terjadi di tim beliau berjalan lebih santai dan lebih mudah dari sebelumnya. Melihat SMART Goals dan milestone yang dibuat oleh mbak H...

Belajar Jadi Fasilitator A Home Team

Hai-hai...  Saya punya cerita baru. Hehehe...  Jadi ceritanya saya lagi ikutan training fasilitator A Home Team dari ahometeam.id. A Home Team ini merupakan salah satu produknya Padepokan Margosari, keluarga panutan kami.  Dulu~ tanggal 14 Januari 2018 saya mengikuti workshop A Home Team yang diselenggarakan oleh Ibu Profesional Jogja. Pak Dodik dan Bu Septi langsung yang memberi materi. Perasaan saya waktu itu? Waaah seneng bangett~ saya bersyukur bisa ikutan workshop meski nggak bisa couple sama suami karena beliau jagain anak-anak. Setelah workshop saya dapat bekal untuk membangun tim keluarga dan saya merasakan keluarga kami menjadi lebih kompak.  Sekarang, saya belajar lagi tentang A Home Team dengan niatan ingin menguatkan home team kami lewat berbagi dengan keluarga lain sebagai fasilitator. Meski materinya masih basic, namun tetap ada hal baru yang saya dapatkan. Apalagi keadaan keluarga kami dan tantangan yang kami hadapi sudah berbeda dengan empat tahun lal...

Membangun Karakter di Hexagon City

Pekan ini saya kembali dibuat terkagum-kagum dengan Hexagon City. Konsep Character to Nation yang disampaikan founding mother membuat saya pribadi merinding. Bagaimana tidak? Beliau ingin kami memiliki karakter moral yang sama sebagai Hexagonia untuk membangun peradaban  Hexagon City. Karakter moral yang beliau maksud juga sama dengan karakter moral Ibu Profesional. Karakter moral sendiri diartikan sebagai kumpulan kualitas perilaku moral yang bisa menyatukan dan mendefinisikan secara budaya sebagai perbedaan dari warga lain. Kesamaan karakter moral akan menjadi identitas suatu kelompok. Di Hexagon City ada 3 komponen karakter moral yang harus kami miliki, yaitu:  Moral knowing, yaitu pengetahuan tentang moral. Ada 6 yang berlaku di Hexagon City. Moral feeling, yaitu perasaan tentang moral. Ada 6 yang harus mampu dirasakan oleh para Hexagonia. Moral action, yaitu bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Bisa dilihat dari 3 hal yaitu komp...