Langsung ke konten utama

Hari Kedua : Belajar Konsisten, Konsisten Belajar

💕 Komunikasi Produktif dengan Pasangan

Setelah kemarin berhasil menaklukkan tantangan choose the right time, hari ini saya mencoba mempraktekkan kembali. Dan ternyata? Tidak semulus kemarin. Hehehe. Saya sempat keceplosan membahas sesuatu yang penting terkait perbedaan pendapat kami dalam mengasuh anak tetapi saya menyampaikannya di depan Faiq. Padahal itu tentulah hal yang sangat tidak tepat. Huhuhu. Saat saya tersadar bahwa saya mengulang lagi kesalahan yang sama, saya segera diam dan mengalihkan pembicaraan yang lain. Hehe. 

Pembicaraan serius kami pun terjadi lagi tapi kali ini di waktu yang tepat karena bersamaan dengan saat makan selepas tarawih. Saya dan suami sedang dalam kondisi tenang dan nyaman sehingga tidak ada perdebatan maupun salah paham. Alhamdulillaah :)


💕 Komunikasi Produktif dengan Anak

Membersamai bayi yang sudah aktif merayap dan mengeksplorasi serta balita usia tiga tahun yang tingkahnya seperti ABG membuat saya harus memanjangkan sumbu kesabaran. Jika dulu saat adik masih belum bisa apa-apa saya masih agak santai bermain bersama mereka, kini saya mulai kewalahan karena adik sudah menunjukkan "eksistensinya". Perselisihan kecil kadang terjadi. Meski usia adik masih 7 bulan tapi ia sudah bisa bersaing dengan kakaknya dalam hal memperebutkan sesuatu maupun berebut perhatian dari orang tua mereka. 

Faiq sangat sayang kepada adiknya, tidak jarang saya memintanya untuk menjaga adiknya saat saya melakukan aktivitas di dapur maupun di kamar mandi. Hanya saja sesekali saat ia ingin bermain sendiri, kehadiran adik dengan rasa ingin tahu yang tinggi, terasa mengganggu dan mengancam. Ia memang tidak mencelakai adiknya atau melakukan kontak fisik, ia hanya akan merengek sebal "adeeek, jangaaann" saat adiknya mulai mendekat. Jika sudah begitu saya akan bernegosiasi dengannya, 

1. Saya menyarankan ia untuk bermain bersama adik, berbagi mainan. Biar adik pun merasa senang dengan mainan yang kakak mainkan. 
2. Jika Faiq tidak mau melakukannya, saya menyarankan ia untuk memberi mainan alternatif kepada adik sehingga adik tidak lagi mengganggunya. 
3. Jika mainan alternatif tidak berhasil, saya mengajak adik untuk menjauh dari area pribadi kakak sambil terlebih dahulu memberi pengertian pada kakak bahwa jika saya menjauh artinya saya tidak menemaninya bermain sebagaimana yang ia inginkan. 
4. Biasanya adik akan tetap gigih mendekati kakak dan meraih apa yang kakak pegang, kalau sudah begini saya menyarankan kakak untuk menjauh menghindari adik.

Dengan kepribadiannya yang sensitif, Faiq mudah menangis saat menemui kondisi yang tidak sesuai dengan keinginannya. Mood-nya pun mudah berubah. Ada saat dimana ia akan tantrum dengan menangis dan berteriak. Dalam keadaan seperti ini terkadang saya merasa sangat ingin marah. Tanpa saya sadari intonasi bicara saya meninggi. Seperti hari ini. Huhuhu. 
Saya baru sadar bahwa saya kurang bisa menahan emosi dan intonasi suara saya saat melihat tangis Faiq yang semakin menjadi. Saya pun menarik napas, diam sejenak, melembutkan suara, dan berusaha untuk mencapai emosi Faiq. Saya meminta maaf dan memeluknya. Segera setelahnya semua terasa membaik, bagi saya maupun baginya. 

Sungguh, tidak mudah mempertahankan emosi baik, tetapi dengan terus berlatih pasti saya bisa dan terbiasa. Semangaaatt! 

*****

#catatanbelajarbunfasya
#level1
#day2
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Jurnal 4 : SMART Goals dan Sumber Daya

Di sistem umpan balik yang keempat ini saya mendapatkan buddy dari Jakarta, mbak Helena namanya. Beliau seorang ibu bekerja di ranah domestik dan juga aktif sebagai blogger. Saat berkenalan beliau cerita bahwa beliau pernah tinggal di Palu! Obrolan seputar tempat wisata di Palu dan sekitarnya pun mengalir. Ah, rasanya ingin sekali pandemi cepat berlalu jadi saya bisa jalan-jalan yang agak jauh lagi. Sudah lama berencana ke Donggala lagi, atau ke Poso, tapi karena Pandemi jadi tertunda. Paling jauh ke Sibedi di Sigi 😅 Selain ngobrolin tempat wisata di Palu dan sekitarnya, kami juga ngobrolin proses menjalankan tantangan 4 kemarin. Ternyata mbak Helena sama seperti saya yang berjalan bersama tim keluarga, bedanya mbak Helena melibatkan anak-anaknya sedangkan saya hanya dengan suami saja. Proses menentukan SMART Goals pun tidak terlalu sulit, diskusi yang terjadi di tim beliau berjalan lebih santai dan lebih mudah dari sebelumnya. Melihat SMART Goals dan milestone yang dibuat oleh mbak H...

Membangun Karakter di Hexagon City

Pekan ini saya kembali dibuat terkagum-kagum dengan Hexagon City. Konsep Character to Nation yang disampaikan founding mother membuat saya pribadi merinding. Bagaimana tidak? Beliau ingin kami memiliki karakter moral yang sama sebagai Hexagonia untuk membangun peradaban  Hexagon City. Karakter moral yang beliau maksud juga sama dengan karakter moral Ibu Profesional. Karakter moral sendiri diartikan sebagai kumpulan kualitas perilaku moral yang bisa menyatukan dan mendefinisikan secara budaya sebagai perbedaan dari warga lain. Kesamaan karakter moral akan menjadi identitas suatu kelompok. Di Hexagon City ada 3 komponen karakter moral yang harus kami miliki, yaitu:  Moral knowing, yaitu pengetahuan tentang moral. Ada 6 yang berlaku di Hexagon City. Moral feeling, yaitu perasaan tentang moral. Ada 6 yang harus mampu dirasakan oleh para Hexagonia. Moral action, yaitu bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Bisa dilihat dari 3 hal yaitu komp...

Ibu, Kuatlah! Demi Surga Anakmu!

Para pengikut yang setia mendampingi Abdullah bin Zubair makin sedikit, dan ia mengkhawatirkan keselamatan mereka. Tetapi mereka ini tidak mau meninggalkannya sendirian sebagaimana teman-temannya walau nyawa harus menjadi taruhannya. Abdullah bin Zubair menemui ibunya, Asma’ binti Abu Bakar, yang telah berusia hampir 100 tahun dan telah buta matanya. Dia datang untuk mendiskusikan masalah yang dihadapinya. Abdullah bin Zubair menceritakan kepada ibunya situasi yang sedang dihadapinya. Termasuk berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada pasukan yang dipimpinnya. Jumlahnya memang sangat sedikit. Mendengar penuturan putranya tersebut, Asma’ jadi teringat dengan "ramalan" Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam saat melahirkannya. Inilah masa yang digambarkan oleh Rasulullah untuk putranya, dan ternyata ia ditakdirkan untuk menyaksikan kejadian tragis tersebut. Sebagai seorang ibu yang berhati tegar dan sangat teguh memegang kebenaran, Asma’ berkata, ...