Langsung ke konten utama

Hari Ketiga Permainan

Di hari ketiga ini saya iseng bertanya kepada suami apakah ada perubahan yang berarti dari pola komunikasi saya. Dengan santainya suami menjawab 

"biasa aja. Masih utuh cin,"

Huwwaaaa disitu rasanya saya pengen ngomel-ngomel hahahaha. Apa dia engga tau yaa kalo saya udah berusaha dengan sekuat tenaga untuk memperbaiki diri? Hiks... 

"masa sih? Beneran ngga ada perubahan apaaa gitu, cin? Kemarin itu loh cin aku udah berusaha buat menahan diri dan baru menyampaikan sesuatu di saat kamunya santai" saya setengah memaksa. Wakakaka. 

"oh, iya deh. Lumayan lah. Sekarang juga udah ngga nada tinggi lagi. Soalnya bunda kan lagi puasa, jadi lemes" ujarnya sambil menyeringai usil. 

Ishhh bener-bener deh yaa, kalo ngga karena lagi ada anak-anak udah saya uyel uyel laki-laki ini! Hahaha... 

Hari ini saya juga mencoba tantangan baru untuk tetap menjaga kontak mata saat berbicara dengannya. Dan bener loo rasanya beda. Lebih deg-deg ser ahahahaha. Lebih nyaman aja gitu, jadi ngga ada ceritanya tiba-tiba bete. Hehehe. 

Nah, kalau Faiq hari ini alhamdulillah lebih responsif karena saya secara auto pilot meminta tolong kepadanya dengan nada lembut. Bahkan tanpa saya mintai tolong ia langsung tanggap mencarikan solusi. Seperti saat tadi adiknya makan, adik sempat gagging (adik makan dengan metode BLW), dan memuntahkan makanannya. Saya yang sedang menolong adik tidak bisa segera mengambil sesuatu untuk membersihkan muntahannya. 

"loh adek muntah! Tunggu ya bunda ini kakak ambilkan tisu dulu buat ngelap muntahan adek" ujarnya sambil berlari ke depan dan kembali dengan sekotak tisu. Kakak pun membantu saya mengelap muntahan adik. 

Duuhh, rasanya hati ini senaaanggg sekali. Terima kasih ya kak 😘
Tadi kakak pun mau berbagi mainan bersama adik dan mau merapikan mainan sendiri. Bunda bangga sekali kepada kakak 💕

*********

Karanganyar, 3 Juni 2017

#catatanbelajarbunfasya
#level1
#day3
#tantangansepuluhhari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Jurnal 4 : SMART Goals dan Sumber Daya

Di sistem umpan balik yang keempat ini saya mendapatkan buddy dari Jakarta, mbak Helena namanya. Beliau seorang ibu bekerja di ranah domestik dan juga aktif sebagai blogger. Saat berkenalan beliau cerita bahwa beliau pernah tinggal di Palu! Obrolan seputar tempat wisata di Palu dan sekitarnya pun mengalir. Ah, rasanya ingin sekali pandemi cepat berlalu jadi saya bisa jalan-jalan yang agak jauh lagi. Sudah lama berencana ke Donggala lagi, atau ke Poso, tapi karena Pandemi jadi tertunda. Paling jauh ke Sibedi di Sigi 😅 Selain ngobrolin tempat wisata di Palu dan sekitarnya, kami juga ngobrolin proses menjalankan tantangan 4 kemarin. Ternyata mbak Helena sama seperti saya yang berjalan bersama tim keluarga, bedanya mbak Helena melibatkan anak-anaknya sedangkan saya hanya dengan suami saja. Proses menentukan SMART Goals pun tidak terlalu sulit, diskusi yang terjadi di tim beliau berjalan lebih santai dan lebih mudah dari sebelumnya. Melihat SMART Goals dan milestone yang dibuat oleh mbak H...

Membangun Karakter di Hexagon City

Pekan ini saya kembali dibuat terkagum-kagum dengan Hexagon City. Konsep Character to Nation yang disampaikan founding mother membuat saya pribadi merinding. Bagaimana tidak? Beliau ingin kami memiliki karakter moral yang sama sebagai Hexagonia untuk membangun peradaban  Hexagon City. Karakter moral yang beliau maksud juga sama dengan karakter moral Ibu Profesional. Karakter moral sendiri diartikan sebagai kumpulan kualitas perilaku moral yang bisa menyatukan dan mendefinisikan secara budaya sebagai perbedaan dari warga lain. Kesamaan karakter moral akan menjadi identitas suatu kelompok. Di Hexagon City ada 3 komponen karakter moral yang harus kami miliki, yaitu:  Moral knowing, yaitu pengetahuan tentang moral. Ada 6 yang berlaku di Hexagon City. Moral feeling, yaitu perasaan tentang moral. Ada 6 yang harus mampu dirasakan oleh para Hexagonia. Moral action, yaitu bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Bisa dilihat dari 3 hal yaitu komp...

Ibu, Kuatlah! Demi Surga Anakmu!

Para pengikut yang setia mendampingi Abdullah bin Zubair makin sedikit, dan ia mengkhawatirkan keselamatan mereka. Tetapi mereka ini tidak mau meninggalkannya sendirian sebagaimana teman-temannya walau nyawa harus menjadi taruhannya. Abdullah bin Zubair menemui ibunya, Asma’ binti Abu Bakar, yang telah berusia hampir 100 tahun dan telah buta matanya. Dia datang untuk mendiskusikan masalah yang dihadapinya. Abdullah bin Zubair menceritakan kepada ibunya situasi yang sedang dihadapinya. Termasuk berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada pasukan yang dipimpinnya. Jumlahnya memang sangat sedikit. Mendengar penuturan putranya tersebut, Asma’ jadi teringat dengan "ramalan" Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam saat melahirkannya. Inilah masa yang digambarkan oleh Rasulullah untuk putranya, dan ternyata ia ditakdirkan untuk menyaksikan kejadian tragis tersebut. Sebagai seorang ibu yang berhati tegar dan sangat teguh memegang kebenaran, Asma’ berkata, ...