Langsung ke konten utama

Menjawab Tantangan Game Level 1

Sebelum memutuskan akan mengambil tantangan yang mana, saya terlebih dahulu meminta maaf kepada suami dan anak-anak karena selama ini terdapat banyak kesalahan dalam gaya komunikasi saya. Selanjutnya saya pun meminta feed back dari suami atas gaya komunikasi saya selama ini, baik itu komunikasi saya kepada suami maupun komunikasi saya kepada anak-anak. Dari situ saya kemudian mantap memilih beberapa poin penting yang harus segera saya perbaiki.


💕 Komunikasi Produktif dengan Pasangan

Dari 5 poin komunikasi produktif pada pasangan saya memilih choose the right time dan kaidah 7-38-55 sebagai tantangan yang harus saya taklukkan dengan segera dalam sepuluh hari ke depan. Tidak heran sih, saat menyampaikan game level 1 ini suami mengritik kebiasaan saya yang sering bicara sesuatu hal penting tidak pada waktunya. Beliau pun mengatakan bahwa saya kurang bisa mengontrol intonasi suara saya saat berbicara. Tidak jarang saya berbicara dengan intonasi yang cukup tinggi meski maksud saya adalah baik dan tidak berarti emosi. Namun beliau merasa saya sedang marah karena intonasi saya yang terdengar kurang ramah di telinganya. 

Hari ini saya memulai tantangan tersebut. Karena malam sebelumnya kami telah membuat kesepakatan untuk meluangkan waktu membicarakan hal penting di saat yang tepat, saya pun meminta izin padanya untuk menyampaikan bahasan sangat penting yang kebetulan sudah cukup lama ingin saya sampaikan namun selalu tertunda akibat situasi, kondisi, dan waktu yang belum mendukung. Singkat cerita hari ini saya mengajak suami berdisusi. Saya menyampaikan bahwa sudah beberapa bulan ini arus kas keluarga kami kacau dan pencatatannya pun berantakan. Nominal tabungan kami tidak bertambah. Komisi yang saya dapatkan dari hasil berjualan pun seolah menguap entah kemana. Alhamdulillah karena saya memilih waktu yang tepat maka tadi pagi kami bisa berdiskusi panjang, mengidentifikasi masalah bersama, dan merumuskan solusi bersama. Tidak lupa kami berdua saling meminta maaf karena tidak menjadi alarm bagi satu sama lain, dan kami pun berjanji untuk saling mengingatkan agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi dan ke depannya kami lebih disiplin lagi dalam mengelola pemasukan keluarga.

Dari pengalaman pertama ini saya menemukan bahwa  ternyata selama ini saya dan suami memang seringkali tidak mendapatkan waktu yang tepat untuk berdialog terutama saat ada hal serius. Biasanya saya akan sangat uring-uringan jika belum nemuntahkan isi kepala saya kepada beliau. Tetapi alhamdulillah hari ini satu masalah penting dan genting dapat kami identifikasi dan temukan solusinya setelah berbincang di saat yang tepat dan utamanya lagi bagi saya adalah dengan menahan agar intonasi suara saya tidak meninggi. 


💕 Komunikasi Produktif dengan Anak 

Pertama kali membaca materi yang diberikan oleh fasil saya sempat menertawakan sekaligus mengutuk diri sendiri. Ternyata selama ini saya masih jauh panggang dari api. Dari sebelas poin komunikasi produktif dengan anak, saya baru melaksanakan enam diantaranya. Kemudian untuk tantangan ini saya memilih dua poin yang meurut saya terpenting yaitu mengendalikan emosi dan intonasi dan suara yang ramah. Mengapa saya memilih dua poin tersebut?

Pertama, saya merasa selama ini saya kurang mampu mengontrol emosi saya. Saya merasa ambang stress saya begitu rendah sehingga sumbu kesabaran saya pun pendek. Saya mudah merasa gelisah dan ingin marah saat Faiq, sulung saya yang berusia tiga tahun, melakukan hal-hal yang sebenarnya normal dilakukan oleh balita. Tak jarang intonasi saya meninggi tanpa saya sadari. Hal tersebut tentu meninggalkan luka di hati kecil anak  kami tersayang.

Tetapi tidak hari ini. Saya bertekad untuk memperbaiki diri. Hari ini saya berusaha mengontrol diri supaya tidak mudah tersulut. Saya berusaha melihat tingkah laku Faiq sebagai bentuk kreativitas. Saya pun berusaha menekan intonasi suara saya agar tidak meninggi. Saya memberi lebih banyak pelukan, ciuman, dan pujian untuknya. Alhamdulillah ternyata dengan cara seperti ini saya mendapatkan banyak pelukan dan pujian darinya. Faiq pun kembali bermanja-manja dengan saya, setelah enam bulan terakhir ini ia seperti merasa enggan hendak bermanja dengan saya karena melihat saya lebih fokus pada adiknya yang masih bayi. Hiks... 

🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸🌸

Alhamdulillah tantangan hari pertama saya katakan bisa terlalui dengan baik, semoga esok dan seterusnya saya pun bisa melaluinya dengan kualitas diri yang lebih baik. Aamiiinn 😆😆


Karanganyar, 1 Juni 2017

#catatanbelajarbunfasya
#level1
#day1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Jurnal 4 : SMART Goals dan Sumber Daya

Di sistem umpan balik yang keempat ini saya mendapatkan buddy dari Jakarta, mbak Helena namanya. Beliau seorang ibu bekerja di ranah domestik dan juga aktif sebagai blogger. Saat berkenalan beliau cerita bahwa beliau pernah tinggal di Palu! Obrolan seputar tempat wisata di Palu dan sekitarnya pun mengalir. Ah, rasanya ingin sekali pandemi cepat berlalu jadi saya bisa jalan-jalan yang agak jauh lagi. Sudah lama berencana ke Donggala lagi, atau ke Poso, tapi karena Pandemi jadi tertunda. Paling jauh ke Sibedi di Sigi 😅 Selain ngobrolin tempat wisata di Palu dan sekitarnya, kami juga ngobrolin proses menjalankan tantangan 4 kemarin. Ternyata mbak Helena sama seperti saya yang berjalan bersama tim keluarga, bedanya mbak Helena melibatkan anak-anaknya sedangkan saya hanya dengan suami saja. Proses menentukan SMART Goals pun tidak terlalu sulit, diskusi yang terjadi di tim beliau berjalan lebih santai dan lebih mudah dari sebelumnya. Melihat SMART Goals dan milestone yang dibuat oleh mbak H...

Membangun Karakter di Hexagon City

Pekan ini saya kembali dibuat terkagum-kagum dengan Hexagon City. Konsep Character to Nation yang disampaikan founding mother membuat saya pribadi merinding. Bagaimana tidak? Beliau ingin kami memiliki karakter moral yang sama sebagai Hexagonia untuk membangun peradaban  Hexagon City. Karakter moral yang beliau maksud juga sama dengan karakter moral Ibu Profesional. Karakter moral sendiri diartikan sebagai kumpulan kualitas perilaku moral yang bisa menyatukan dan mendefinisikan secara budaya sebagai perbedaan dari warga lain. Kesamaan karakter moral akan menjadi identitas suatu kelompok. Di Hexagon City ada 3 komponen karakter moral yang harus kami miliki, yaitu:  Moral knowing, yaitu pengetahuan tentang moral. Ada 6 yang berlaku di Hexagon City. Moral feeling, yaitu perasaan tentang moral. Ada 6 yang harus mampu dirasakan oleh para Hexagonia. Moral action, yaitu bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Bisa dilihat dari 3 hal yaitu komp...

Ibu, Kuatlah! Demi Surga Anakmu!

Para pengikut yang setia mendampingi Abdullah bin Zubair makin sedikit, dan ia mengkhawatirkan keselamatan mereka. Tetapi mereka ini tidak mau meninggalkannya sendirian sebagaimana teman-temannya walau nyawa harus menjadi taruhannya. Abdullah bin Zubair menemui ibunya, Asma’ binti Abu Bakar, yang telah berusia hampir 100 tahun dan telah buta matanya. Dia datang untuk mendiskusikan masalah yang dihadapinya. Abdullah bin Zubair menceritakan kepada ibunya situasi yang sedang dihadapinya. Termasuk berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada pasukan yang dipimpinnya. Jumlahnya memang sangat sedikit. Mendengar penuturan putranya tersebut, Asma’ jadi teringat dengan "ramalan" Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam saat melahirkannya. Inilah masa yang digambarkan oleh Rasulullah untuk putranya, dan ternyata ia ditakdirkan untuk menyaksikan kejadian tragis tersebut. Sebagai seorang ibu yang berhati tegar dan sangat teguh memegang kebenaran, Asma’ berkata, ...