Langsung ke konten utama

Bu Selonong

Dua kali dibikin speechless sama seseibu yang berbeda karena kedatangannya yang secara mengejutkan dan gayanya slonong macem pejabat yang lagi sidak. Langsung masuk ke dalam rumah tanpa permisi ๐Ÿ˜…๐Ÿ˜…

Saya engga tahu ya apakah ini memang hal yang lumrah di sini atau gimana, tapi rasanya kok ngga etis ya? Lagipula, tamu yang lain ngga ada yang begitu. Bahkan ibu yang punya rumah kontrakan yang kami tinggali ini pun sama sekali belum pernah meninjau sampai ke belakang. Saat mampir berkunjung beliau hanya di ruang tamu saja. Setiap bulan beliau selalu datang ke komplek ini untuk silaturahim dengan ibu-ibu satu RT lewat kegiatan arisan, tapi ketika ditawari untuk mampir beliau selalu menolak.

Kembali lagi ke oknum ibu yang main selonong aja. Dari dua orang oknum yang bertingkah demikian, saya paling menyayangkan oknum seseibu yang begitu dibukakan pintu langsung ngeloyor sampai ke dapur buat ambil piring sendiri, kebetulan beliau datang untuk mengantarkan jajanan dan minta agar piringnya diganti. Sungguh saya masih tidak menyangka sikap beliau. Pasalnya beliau adalah seorang berpendidikan dengan gelar berderet di namanya dan merupakan pejabat struktural tertinggi di salah satu kantor dinas di kabupaten ini.

Apakah selama ini kami dekat? Tidak. Ketemu aja jaraaaaangg banget apalagi bertegur sapa dan mengobrol akrab.
Sungguh, jika kami memang akrab dan biasa mengobrol mesra, saya tentu bisa memaklumi sikap beliau yang asal nyelonong.

Speechless! Dari awal beliau masuk sampai beliau keluar rumah saya tidak bisa berkata apa-apa kecuali berterimakasih atas jajanan yang beliau berikan kepada kami.

"Ah, mungkin beliau tidak mau merepotkan tuan rumah jadi beliau ambil piring sendiri ke dapur"
"mungkin beliau sedang buru-buru"
"mungkin karena saya dan suami semuruan anak beliau jadi beliau merasa wajar aja main nyelonong gitu"

Begitu saya membatin, mencoba menerka-nerka. Tapi tetap saja, sisi lain saya berpikir suudzon.

"mentang-mentang pejabat, ngga bisa menghormati orang lain yang status sosialnya di bawahnya, ngga bisa menghormati tuan rumah, masa main masuk aja sih!"
"apa sih maksudnya ibu ini? Apakah sebuah kepuasan baginya bisa mempermalukan orang lain?"

Saat itu kondisi rumah kami sedang berantakan, as always. Buku anak-anak tersebar, mainan berceceran, gunungan baju yang belum sempat disetrika, tak lupa dapur yang belum dirapikan setelah memasak. Oh iya, ada lagi! Ada bagian lantai yang lengket karena sebelumnya Syaura makan sendiri dan berakhir dengan aktivitas ia mengepel lantai pakai nasi tim ๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚

Yaaa meskipun saya cuek aja sih kalau mau disebut-sebut sebagai emak muda pemalas yang ngga becus ngurus rumah dan menjadikan kehadiran bayi balita nan aktif sebagai sebuah pembenaran. Heu.

Anyway, salah satu hikmah dari peristiwa tadi adalah anak-anak kami mendapatkan contoh real tentang adab buruk saat bertamu. Kalau selama ini mereka khatam cerita di jilid Aku Anak Santun sehingga mereka menyontoh Sali dan menghindari sikap seperti Dani,  kali kemarin mereka melihat sendiri sikap tidak santun dan mereka pun merasakan sendiri betapa tidak nyamannya jika ada seseorang yang bersikap demikian. Maka, kita pun tak boleh bersikap demikian.

Double hikmah. Pelajaran adab bertamu dan empati.

Hmmm, mungkin si ibu perlu dipinjami buku Aku Anak Santun dari paket Halo Balita kali yaaa. Dan ayahnya anak-anak dengan semangat  mendukung pemikiran saya tersebut. Kalau perlu didongengkan sekalian katanya! Hahaha.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Jurnal 4 : SMART Goals dan Sumber Daya

Di sistem umpan balik yang keempat ini saya mendapatkan buddy dari Jakarta, mbak Helena namanya. Beliau seorang ibu bekerja di ranah domestik dan juga aktif sebagai blogger. Saat berkenalan beliau cerita bahwa beliau pernah tinggal di Palu! Obrolan seputar tempat wisata di Palu dan sekitarnya pun mengalir. Ah, rasanya ingin sekali pandemi cepat berlalu jadi saya bisa jalan-jalan yang agak jauh lagi. Sudah lama berencana ke Donggala lagi, atau ke Poso, tapi karena Pandemi jadi tertunda. Paling jauh ke Sibedi di Sigi ๐Ÿ˜… Selain ngobrolin tempat wisata di Palu dan sekitarnya, kami juga ngobrolin proses menjalankan tantangan 4 kemarin. Ternyata mbak Helena sama seperti saya yang berjalan bersama tim keluarga, bedanya mbak Helena melibatkan anak-anaknya sedangkan saya hanya dengan suami saja. Proses menentukan SMART Goals pun tidak terlalu sulit, diskusi yang terjadi di tim beliau berjalan lebih santai dan lebih mudah dari sebelumnya. Melihat SMART Goals dan milestone yang dibuat oleh mbak H...

Membangun Karakter di Hexagon City

Pekan ini saya kembali dibuat terkagum-kagum dengan Hexagon City. Konsep Character to Nation yang disampaikan founding mother membuat saya pribadi merinding. Bagaimana tidak? Beliau ingin kami memiliki karakter moral yang sama sebagai Hexagonia untuk membangun peradaban  Hexagon City. Karakter moral yang beliau maksud juga sama dengan karakter moral Ibu Profesional. Karakter moral sendiri diartikan sebagai kumpulan kualitas perilaku moral yang bisa menyatukan dan mendefinisikan secara budaya sebagai perbedaan dari warga lain. Kesamaan karakter moral akan menjadi identitas suatu kelompok. Di Hexagon City ada 3 komponen karakter moral yang harus kami miliki, yaitu:  Moral knowing, yaitu pengetahuan tentang moral. Ada 6 yang berlaku di Hexagon City. Moral feeling, yaitu perasaan tentang moral. Ada 6 yang harus mampu dirasakan oleh para Hexagonia. Moral action, yaitu bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Bisa dilihat dari 3 hal yaitu komp...

Ibu, Kuatlah! Demi Surga Anakmu!

Para pengikut yang setia mendampingi Abdullah bin Zubair makin sedikit, dan ia mengkhawatirkan keselamatan mereka. Tetapi mereka ini tidak mau meninggalkannya sendirian sebagaimana teman-temannya walau nyawa harus menjadi taruhannya. Abdullah bin Zubair menemui ibunya, Asmaโ€™ binti Abu Bakar, yang telah berusia hampir 100 tahun dan telah buta matanya. Dia datang untuk mendiskusikan masalah yang dihadapinya. Abdullah bin Zubair menceritakan kepada ibunya situasi yang sedang dihadapinya. Termasuk berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada pasukan yang dipimpinnya. Jumlahnya memang sangat sedikit. Mendengar penuturan putranya tersebut, Asmaโ€™ jadi teringat dengan "ramalan" Nabi shalallahu โ€˜alaihi wassalam saat melahirkannya. Inilah masa yang digambarkan oleh Rasulullah untuk putranya, dan ternyata ia ditakdirkan untuk menyaksikan kejadian tragis tersebut. Sebagai seorang ibu yang berhati tegar dan sangat teguh memegang kebenaran, Asmaโ€™ berkata, ...