Kali ini yang tampil adalah kelompok terakhir, yaitu kelompok 3. Kelompok 3 mengangkat tema Peran Ayah Terhadap Fitrah Seksualitas.
Ternyata tidak semua orang tua siap menjadi orang tua. Tidak semua Ayah SIAP menjadi Ayah.
Penelitian yang dilakukan oleh Elly Risman dari tahun 2008-2010, yaitu studi di 33 provinsi di Indonesia, menyatakan bahwa Indonesia salah satu negara paling “yatim” di dunia. Indonesia berada di peringkat ketiga sebagai fatherless country setelah Amerika.
Pola pengasuhan yang diterapkan orangtua biasanya mengadopsi dari pola orangtuanya. Jadi terjadi pewarisan cara mendidik dari satu generasi ke generasi berikutnya. Padahal zaman anak-anak kita sekarang ini berbeda dengan zaman kita kecil dulu. Tentunya pola pengasuhan yang kita terapkan harus menyesuaikan, supaya kita bisa menjadi orang tua BETULAN, bukan orangtua KEBETULAN.
*Tantangan*
Peran ayah dalam pengasuhan anak masih belum menjadi hal yang umum dilakukan di Indonesia. Segala sesuatu yang berhubungan dengan merawat dan mendidik anak masih saja dihubungkan dengan peran ibu. Padahal tugas seorang ayah bukan hanya mencari nafkah tapi juga mendidik.
Psikolog Elly Risman dalam riset yang dilakukannya enam tahun lalu mengungkapkan, Indonesia adalah negara tanpa ayah. Ayah pagi hari nampak, sore hari ada, tapi dia tidak pernah menyapa anak secara emosi.
Beliau juga mengungkap, hasil dari riset tesis rekannya mengenai peran ayah dan kaitannya dengan keberanian anak melakukan seks bebas, menunjukkan, ayah yang tidak hadir dalam keluarga maka anak laki-lakinya akan menjadi nakal, agresif, terjerat narkoba, dan seks bebas. Sementara anak perempuannya akan menjadi depresi dan terjerumus seks bebas.
Dalam pandangan Islam, peran mendidik anak bukanlah mutlak kewajiban seorang ibu, justru dalam al-Quran lebih banyak menceritakan besarnya peran ayah dalam mendidik anak. Hal tersebut misalnya bisa kita lihat dalam QS. al-Baqarah ayat 132 dan QS. Yusuf ayat 67 yang menceritakan kisah Luqman, Nabi Ya’qub, dan Nabi Ibrahim yang sedang mendidik anaknya.
Di dalam Al-Qur’an terdapat 17 dialog pengasuhan yang tersebar di sembilan surat. Ke 17 dialog tersebut terbagi : 14 dialog antara ayah dan anak, 2 dialog antara ibu dan anak, 1 dialog antara kedua orang tua (tanpa nama) dan anak. Kesimpulannya, ternyata al-Qur’an ingin memberikan pelajaran. Bahwa untuk melahirkan generasi istimewa seperti yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya, harus dengan komposisi seperti di atas. Jika kita bandingkan, ternyata dialog antara ayah dengan anaknya, lebih banyak daripada dialog antara ibu dengan anaknya. Jauh lebih banyak. Lebih sering, hingga 14 banding 2.
*Kendali di Tangan Ayah*
Ayah adalah imam keluarga. Ayah yang bertanggungjawab menjadikan keluarga akan seperti apa dan dibawa kemana. Tugas mendidik anak pun adalah tanggungjawab utama seorang ayah.
Surat Al-Ahzab menyiratkan tentang anjuran mengenakan jilbab, perintah itu diberikan kepada laki-laki. Artinya imam keluarga lah yang diperintahkan untuk mendidik istri dan anak-anak perempuan berpakaian sesuai norma Islam.
"Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka". Ayat ini juga ditujukan kepada para kepala keluarga. Maka jelas, pendidikan akhlak anak menjadi tanggungjawab seorang ayah.
Kematangan emosional anak sangat dipengaruhi oleh kedekatan emosional anak dengan orangtua. Kedekatan emosional ini dapat tercipta dengan adanya interaksi yang intens antarkeduanya. Untuk membangun interaksi yang berkualitas antara Ayah dan anak, Ayah harus sering hadir bersama anak, *bukan hanya ada di dekat anak*. Hadir bersama anak artinya saat di dekat anak, orangtua tidak dicampuri oleh urusan lainnya misal gadget, urusan dapur, urusan kantor, televisi, dll. Kebersamaan dengan anak adalah awal untuk menumbuhkan perasaan kasih sayang anak terhadap orangtuanya. Dan ini juga sebagai gerbang ortu untuk menumbuhkan fitrah seksualitas pada anak. Ketika ada kebersamaan, maka akan lebih mudah mengarahkan dan menanamkan nilai-nilai kepada anak.
*Undang Anak Bicara, Baru Orangtua Bicara*
Orang tua yang terlalu banyak bicara maka nasihat akan sulit masuk ke dalam diri anak. Ibarat gelas, hati anak seperti tutup gelas yang masih tertutup rapat.
_Lalu bagaimasa supaya nasihat kita lebih mudah diterima anak?_
Sebelum orangtua banyak berbicara kepada anak, undang anak untuk berbicara terlebih dahulu mengenai masalahnya, apa yamg dirasakannya, atau pandangannya mengenai suatu hal. Setelah anak berbicara, bercerita, barulah orangtua bicara. Buatlah anak merasa nyaman untuk curhat ke orangtua, tidak hanya ibu tetapi ayah juga. Berbicaralah *dengan* anak, BUKAN *kepada* anak.
Ternyata tidak semua orang tua siap menjadi orang tua. Tidak semua Ayah SIAP menjadi Ayah.
Penelitian yang dilakukan oleh Elly Risman dari tahun 2008-2010, yaitu studi di 33 provinsi di Indonesia, menyatakan bahwa Indonesia salah satu negara paling “yatim” di dunia. Indonesia berada di peringkat ketiga sebagai fatherless country setelah Amerika.
Pola pengasuhan yang diterapkan orangtua biasanya mengadopsi dari pola orangtuanya. Jadi terjadi pewarisan cara mendidik dari satu generasi ke generasi berikutnya. Padahal zaman anak-anak kita sekarang ini berbeda dengan zaman kita kecil dulu. Tentunya pola pengasuhan yang kita terapkan harus menyesuaikan, supaya kita bisa menjadi orang tua BETULAN, bukan orangtua KEBETULAN.
*Tantangan*
Peran ayah dalam pengasuhan anak masih belum menjadi hal yang umum dilakukan di Indonesia. Segala sesuatu yang berhubungan dengan merawat dan mendidik anak masih saja dihubungkan dengan peran ibu. Padahal tugas seorang ayah bukan hanya mencari nafkah tapi juga mendidik.
Psikolog Elly Risman dalam riset yang dilakukannya enam tahun lalu mengungkapkan, Indonesia adalah negara tanpa ayah. Ayah pagi hari nampak, sore hari ada, tapi dia tidak pernah menyapa anak secara emosi.
Beliau juga mengungkap, hasil dari riset tesis rekannya mengenai peran ayah dan kaitannya dengan keberanian anak melakukan seks bebas, menunjukkan, ayah yang tidak hadir dalam keluarga maka anak laki-lakinya akan menjadi nakal, agresif, terjerat narkoba, dan seks bebas. Sementara anak perempuannya akan menjadi depresi dan terjerumus seks bebas.
Dalam pandangan Islam, peran mendidik anak bukanlah mutlak kewajiban seorang ibu, justru dalam al-Quran lebih banyak menceritakan besarnya peran ayah dalam mendidik anak. Hal tersebut misalnya bisa kita lihat dalam QS. al-Baqarah ayat 132 dan QS. Yusuf ayat 67 yang menceritakan kisah Luqman, Nabi Ya’qub, dan Nabi Ibrahim yang sedang mendidik anaknya.
Di dalam Al-Qur’an terdapat 17 dialog pengasuhan yang tersebar di sembilan surat. Ke 17 dialog tersebut terbagi : 14 dialog antara ayah dan anak, 2 dialog antara ibu dan anak, 1 dialog antara kedua orang tua (tanpa nama) dan anak. Kesimpulannya, ternyata al-Qur’an ingin memberikan pelajaran. Bahwa untuk melahirkan generasi istimewa seperti yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya, harus dengan komposisi seperti di atas. Jika kita bandingkan, ternyata dialog antara ayah dengan anaknya, lebih banyak daripada dialog antara ibu dengan anaknya. Jauh lebih banyak. Lebih sering, hingga 14 banding 2.
*Kendali di Tangan Ayah*
Ayah adalah imam keluarga. Ayah yang bertanggungjawab menjadikan keluarga akan seperti apa dan dibawa kemana. Tugas mendidik anak pun adalah tanggungjawab utama seorang ayah.
Surat Al-Ahzab menyiratkan tentang anjuran mengenakan jilbab, perintah itu diberikan kepada laki-laki. Artinya imam keluarga lah yang diperintahkan untuk mendidik istri dan anak-anak perempuan berpakaian sesuai norma Islam.
"Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka". Ayat ini juga ditujukan kepada para kepala keluarga. Maka jelas, pendidikan akhlak anak menjadi tanggungjawab seorang ayah.
Kematangan emosional anak sangat dipengaruhi oleh kedekatan emosional anak dengan orangtua. Kedekatan emosional ini dapat tercipta dengan adanya interaksi yang intens antarkeduanya. Untuk membangun interaksi yang berkualitas antara Ayah dan anak, Ayah harus sering hadir bersama anak, *bukan hanya ada di dekat anak*. Hadir bersama anak artinya saat di dekat anak, orangtua tidak dicampuri oleh urusan lainnya misal gadget, urusan dapur, urusan kantor, televisi, dll. Kebersamaan dengan anak adalah awal untuk menumbuhkan perasaan kasih sayang anak terhadap orangtuanya. Dan ini juga sebagai gerbang ortu untuk menumbuhkan fitrah seksualitas pada anak. Ketika ada kebersamaan, maka akan lebih mudah mengarahkan dan menanamkan nilai-nilai kepada anak.
*Undang Anak Bicara, Baru Orangtua Bicara*
Orang tua yang terlalu banyak bicara maka nasihat akan sulit masuk ke dalam diri anak. Ibarat gelas, hati anak seperti tutup gelas yang masih tertutup rapat.
_Lalu bagaimasa supaya nasihat kita lebih mudah diterima anak?_
Sebelum orangtua banyak berbicara kepada anak, undang anak untuk berbicara terlebih dahulu mengenai masalahnya, apa yamg dirasakannya, atau pandangannya mengenai suatu hal. Setelah anak berbicara, bercerita, barulah orangtua bicara. Buatlah anak merasa nyaman untuk curhat ke orangtua, tidak hanya ibu tetapi ayah juga. Berbicaralah *dengan* anak, BUKAN *kepada* anak.
Komentar
Posting Komentar