Langsung ke konten utama

Perjalanan Belajar Terbang Pekan Pertama

Alhamdulillah sudah sampai di pekan pertama tahap Kupu-kupu. Di pekan ini kami diibaratkan sebagai kupu-kupu muda yang baru belajar terbang. 
Pembelajaran kali ini menggunakan fitur baru dari Facebook, yaitu fitur Mentorship. Setiap mahasiswa diminta mendaftar menjadi mentor untuk bidang yang dikuasainya, dan menjadi mentee untuk bidang yang akan dipelajarinya sesuai dengan peta belajarnya.

Belajar Terbang Sebagai Mentor
Awalnya saya bingung akan menjadi mentor di bidang apa. Saya sempat terpikirkan untuk menjadi mentor mengawal perkembangan anak usia 0-6 tahun. Kemudian keesokan harinya saya teringat bahwa selama lebih dari enam tahun kami sudah hidup tanpa TV dan kami bahagia dengan hal itu. Anak-anak kami tetap memiliki waktu melihat layar atau screentime, tetapi waktunya kami batasi dan durasi waktu tersebut sesuai kesepakatan kami dan anak-anak. Alhamdulillah selama ini anak-anak sangat minim aktivitas layar, sehari hanya maksimal 30 menit saja. Biasanya hanya 10-20 menit. Itu pun tidak setiap hari, kadang mereka lupa dengan jatah screentime saking asyiknya beraktivitas.

Di hari Senin (4 Mei) saya mantap mendaftar sebagai mentor untuk topik No TV at home dan Screenless Activity. Payung besarnya adalah Home Education 0-6 tahun atau Homeschooling 0-6 tahun.
Alhamdulillah ada teman yang mendaftar sebagai mentee. Kami pun berkenalan. Di hari berikutnya ada teman lain yang juga meminta saya untuk menjadi mentornya. Kami pun berkenalan. Di pekan pertama ini memang baru berkenalan, sesuai panduan langkah demi langkah yang diberikan oleh Facebook. 

Hari demi hari mentee saya pun akhirnya berpamitan satu per satu, dan kini tinggallah satu orang mentee, yang kebetulan kebutuhan belajarnya spesifik tentang bagaimana cara agar porsi menonton video anak-anaknya bisa berkurang. Selama ini saat ia mengerjakan pekerjaan domestik, anaknya selalu ia suguhi tontonan yang ia siapkan, yaitu video edukasi. Dia ingin mengurangi waktu menonton tersebut. Saya belum bertanya lebih jauh sih, selama ini berapa lama waktu yang dia berikan untuk screentime anak-anaknya saat dia mengerjakan pekerjaan domestik. Kami baru berkenalan saja, dan kami menunggu arahan dari Facebook bagaimana langkah selanjutnya.

Saya bahagia banget waktu pertama kali dapet lamaran dari calon mentee. Meski si calon mentee ini akhirnya mundur dan memilih mentor lain, hihihi. Tapi kemudian saya bersyukur. Bersyukur karena satu mentee yang tersisa saat ini adalah mentee yang kebutuhannya insya Allah bisa saya penuhi, karena kami sudah menerapkan tanpa TV dan disiplin dengan jatah waktu menonton. Semoga saya bisa menjadi mentor yang baik baginya, bisa membuatnya terbang tinggi dengan bahagia nantinya. Aamiin...

Belajar Terbang Sebagai Mentee
Di program Mentorship ini saya membutuhkan seorang mentor yang bisa membantu saya untuk mengelola energi dan mengatur tidur agar bisa berkualitas. Karena selama ini salah satu penyebab berantakannya urusan saya, dan nggak selesainya pekerjaan saya, adalah karena kehabisan energi. Tidur saya kurang berkualitas. Hiks...
Saya tertarik dengan profil seorang mentor yang menyebutkan pengalamannya mempraktekkan ilmu Enlightening Parenting agar minim energy. Wah, Saya sudah lama ingin belajar enlightening parenting, tapi belum punya rujukannya. Ingin ikut trainingnya, tapi belum bisa membiayainya, hehehe... Sayangnya, dia sudah tidak menerima mentee lagi, karena kuota sudah penuh. Saya pun akhirnya mencari dan mencari, tapi nggak kunjung menemukan. Sampai akhirnya saya terpikir untuk mengubah kebutuhan belajar saya. Yang awalnya butuh belajar manajemen energi, jadi belajar manajemen emosi, spesifiknya belajar Mindfulness dan menerima keadaan diri sendiri, berusaha untuk berdamai dengan diri sendiri, berhenti menyalahkan diri sendiri atau sekitar atas hal-hal yang tidak bisa dicapai.

Alhamdulillah saya bertemu dengan seorang mentor dengan latar belakang pendidikan magister psikologi. Beliau menawarkan pembelajaran khususnya terapi pemaafan. Bismillah, saya mengajukan diri menjadi mentee-nya, Alhamdulilah diterima!

===============================

Banyaaaakk hal yang saya dapatkan hanya dari sesi 1 ini saja. Diantaranya :

1. Saya belajar untuk mengenali kekuatan diri dan hal apa yang sudah saya tekuni atau pelajari dan praktekkan selama ini. Dalam hal ini saya menemukan bahwa Keluarga kami sudah menjalani proses pendidikan rumah selama lebih dari 6 tahun, dan kami pun sudah hidup tanpa TV lebih dari 6 tahun. Mungkin bagi kami ini biasa saja, tapi siapa tahu bagi orang lain hal ini adalah hal yang luar biasa dan mereka butuh belajar dari pengalaman kami.

2. Saya belajar untuk percaya diri dengan keunikan saya dan pengalaman hidup saya. Saya harus mengesampingkan pikiran "orang-orang IIP ini orang-orang yang keren", gara-gara selama ini saya hanya melihat yang keren-keren saja. Saya lupa bahwa banyak yang berada di tengah-tengah, seperti saya. Tidak semua orang punya pengalaman yang sama, tidak semua orang punya kebutuhan belajar yang sama. 

3. Saya belajar untuk menceritakan keunikan dan kekuatan saya dalam 500 karakter lewat profil mentor. 500 karakter inilah yang kemudian dilihat oleh seluruh akun Facebook di FBG Institut Ibu Profesional, yang membuat orang yang membacanya memutuskan akan meminta saya sebagai mentornya atau tidak. Ini sama seperti membuat branding diri.

4. Saya belajar untuk menjadi orang yang lebih beradab. Saat meminta seseorang untuk menjadi mentor saya, saya belajar adab menuntut ilmu. Belajar meminta dengan cara yang benar dan baik, sehingga bisa diterima sebagai mentee-nya. Saya pun belajar mengenali mentor saya dan menjaga sikap agar tidak menjadi mentee yang menyebalkan. Misalnya dengan tidak sok tahu, pro-aktif, dan berkomunikasi dengan bahasa dan tulisan yang baik dan jelas.

5. Saya belajar untuk meyakini dan mensyukuri apa yang sudah saya miliki atau dapatkan. Setelah saya punya mentor, tidak dipungkiri banyak sekali list daftar mentor dengan topik yang menggiurkan yang sesuai dengan kebutuhan saya. Saya pun sempat dilamar oleh seorang mentor yang juga seorang praktisi enlightening parenting. Tetapi saya komitmen dengan diri sendiri dan juga mentor saya sebelumnya yang sudah saya pilih. Sayalah yang meminta mentor saya untuk menerima saya, maka setelah saya diterima, saya berusaha komitmen dengannya.

6. Saya belajar untuk ikhlas ditolak, menolak, dan melepaskan. Saat mengajukan diri kepada calon mentor pertama dan ditolak, saya belajar untuk ikhlas dan mencari mentor lain yang sesuai dengan kebutuhan saya. Saya pun segera membuat strategi baru, tema belajar apa ya yang juga sangat saya butuhkan dan saya bisa mendapatkan bimbingan dari orang yang tepat. Saya belajar menolak teman-teman yang mengajukan diri menjadi mentor saya. Ada 5 orang yang meminta saya menjadi mentee-nya, dan saya menolaknya karena saya sudah punya mentor. Saya belajar ikhlas melepaskan saat para calon mentee saya satu per satu pamit mundur untuk dimentori oleh orang lain. Hehehe...

Insya Allah besok kami memasuki pekan kedua, dan insya Allah saya siap untuk belajar di tahap berikutnya! Bismillahirrahmanirrahim....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ibu, Kuatlah! Demi Surga Anakmu!

Para pengikut yang setia mendampingi Abdullah bin Zubair makin sedikit, dan ia mengkhawatirkan keselamatan mereka. Tetapi mereka ini tidak mau meninggalkannya sendirian sebagaimana teman-temannya walau nyawa harus menjadi taruhannya. Abdullah bin Zubair menemui ibunya, Asma’ binti Abu Bakar, yang telah berusia hampir 100 tahun dan telah buta matanya. Dia datang untuk mendiskusikan masalah yang dihadapinya. Abdullah bin Zubair menceritakan kepada ibunya situasi yang sedang dihadapinya. Termasuk berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada pasukan yang dipimpinnya. Jumlahnya memang sangat sedikit. Mendengar penuturan putranya tersebut, Asma’ jadi teringat dengan "ramalan" Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam saat melahirkannya. Inilah masa yang digambarkan oleh Rasulullah untuk putranya, dan ternyata ia ditakdirkan untuk menyaksikan kejadian tragis tersebut. Sebagai seorang ibu yang berhati tegar dan sangat teguh memegang kebenaran, Asma’ berkata, "Demi Allah, wahai anakku, e

Belajar Bermimpi di Hexagon City

Akhirnya nulis di blog lagi, setelah 2 bulan lebih blog ini jadi sarang laba-laba 😆 Setelah bermain di hutan, melalui setahap demi setahap tantangan yang hadir di sana, kini tibalah saya di sebuah kota yang belum pernah ada sebelumnya, Hexagon City. Sebuah kota impian, yang di dalamnya berisi warga-warga yang produktif dengan ide-ide kreatif yang penuh solusi.  Hexagon City didirikan oleh founding mother, seseorang yang menemukan pulau Cahaya dan membangun peradaban di sana. Hexagon City akan dipimpin oleh seorang walikota yang dibantu oleh jajarannya. Di sana juga terdapat gubernur bank yang akan mengelola aset kota. Kami, para warganya, disebut Hexagonia. Hexagonia adalah orang-orang terpilih dengan integritas yang tinggi. Bukan IIP namanya kalau nggak ada kejutan. Di pekan pertama kami menjadi Hexagonia, kami diajak bermimpi setinggi langit oleh founding mother. Saya pribadi merasa canggung dan bingung di awal. Apakah karena saya sudah tidak lagi bisa bermimpi? Apakah saya telah be