Langsung ke konten utama

Jurnal 3 Bunda Salihah IIP : Memahami Masalah Bersama Tim

Materi ketiga di Kampus Ibu Pembaharu adalah "Memahami Masalah Bersama Tim". Di materi ketiga ini ibu mengajak kami para calon ibu pembaharu untuk menyelami masalah yang kami hadapi lebih dalam lagi. Cara-cara yang dilakukan untuk bisa lebih memahami masalah adalah sebagai berikut :


1. Lakukan Starbursting

Apa sih Starbursting? Starbursting adalah salah satu metode brainstorming dengan cara mengumpulkan pertanyaan sebanyak-banyaknya.

Starbursting dimulai dari membuat bentuk bintang besar bersudut 6 di tengah-tengah kertas. Di kertas tersebut dituliskan masalah kita.

Setiap sudut mewakili 1 kata tanya, kita memakai metode 5W1H. Dari hasil obrolan bersama suami, ini diantara pertanyaan yang kami kumpulkan


Apa latar belakang mengambil masalah ini?

Saat mengikuti Kulzoom "Bullying dalam Keluarga" kami baru tahu bahwa cara kami memuji anak selama ini belum tepat, dan cara yang belum tepat tersebut bisa berdampak buruk di kemudian hari. Saat menonton ODI episode 130 tentang menumbuhkan growth mindset pada anak, salah satu caranya adalah dengan memberikan pujian yang tepat.

Apa saja kesalahan saat memuji anak?

Kesalahan kami selama ini adalah : memuji tidak spesifik, memuji orangnya bukan perilakunya, tidak mindful saat memberikan pujian.

Apa saja yang kita butuhkan untuk project ini?

Niat karena Allah, kesungguhan untuk berubah ke arah yang lebih baik, konsistensi, kesadaran penuh, ilmu yang cukup

Dimana kita bisa mendapatkan ilmu tentang hal ini?

Buku, internet (jurnal, artikel kredibel), YouTube (channel yang kredibel), seminar/Kulzoom, bertanya langsung pada ahlinya

Dimana kita bisa/boleh memuji anak? 

Dimana saja kita melihat kebaikan anak saat situasinya memungkinkan

Dimana kita bisa bertemu dengan orang yang bisa membantu kita?

Di komunitas, platform konsultasi online, PKBM tempat anak belajar, biro layanan psikologi

Mengapa kita perlu memuji anak dengan benar? Karena pujian yang tepat akan membuat anak memiliki konsep diri yang baik. Mengapa anak perlu memiliki konsep diri yang baik? Karena mereka perlu menjadi pribadi yang memiliki growth mindset. Mengapa growth mindset perlu dimiliki oleh anak? Agar anak menjadi pribadi yang tangguh. Mengapa anak perlu menjadi pribadi tangguh? Agar anak bisa menjadi manusia yang resilien. Mengapa anak perlu menjadi manusia yang resilien? Karena anak hidup di zaman yang cepat berubah sehingga mereka harus memiliki keterampilan beradaptasi yang baik.

[Versi Ayah] Mengapa selama ini masih salah dalam memuji anak? Karena masih dominan memuji hasil dibandingkan proses. Mengapa dominan memuji hasil dibandingkan proses? Karena pengalaman sejak kecil hingga dewasa mendapatkan pujian karena hasil yang didapatkan. Mengapa pengalamannya seperti itu? Karena orangtua dan orang di sekitar cara memujinya begitu. Mengapa mereka cara memujinya begitu? Karena mereka nggak tahu cara yang benar. Mengapa mereka nggak tahu cara yang benar? Karena kurangnya ilmu dan informasi mengenai cara memuji yang benar.

[Versi Bunda] Mengapa selama ini masih salah dalam memuji anak? Karena masih dominan memuji hasil dibandingkan proses. Mengapa dominan memuji hasil dibandingkan proses? Karena tidak tahu dampak buruknya. Mengapa tidak tahu dampak buruknya? Karena kurangnya informasi tentang hal ini. Mengapa informasinya kurang? Karena belum banyak orang yang menyampaikan secara detail. Mengapa belum banyak yang menyampaikan? Karena belum banyak yang menguasai dan tergerak untuk menyampaikan.

[Versi Ayah] Mengapa selama ini masih salah dalam memuji anak? Karena masih sering memuji diri anak bukan perilakunya. Mengapa memuji diri anak dan bukan perilakunya? Karena menganggap itu sebagai sebuah doa. Mengapa dianggap sebagai doa? Karena meyakini anggapan ucapan orang tua adalah doa. Mengapa meyakini hal tersebut? Karena di agama disebutkan seperti itu. Mengapa di agama kita menyebutkan seperti itu? Agar para orang tua bisa berhati-hati dengan ucapannya saat berbicara kepada anak.

[Versi Bunda] Mengapa selama ini masih salah dalam memuji anak? Karena masih sering memuji diri anak bukan perilakunya. Mengapa memuji diri anak dan bukan perilakunya? Karena kurangnya kosakata yang tepat untuk memuji. Mengapa kosakatanya kurang? Karena kurang membaca dan memperhatikan. Mengapa kurang membaca dan memperhatikan? Karena merasa nggak ada waktu untuk membaca dan nggak mindful. Mengapa merasa nggak ada waktu dan nggak mindful? Karena nggak menganggap membaca sebagai hal yang prioritas.

Kapan project ini dimulai? Hari ini juga (15 Agustus 2021)

Kapan project ini diselesaikan? Saat sudah berhenti menjadi orang tua (meninggal dunia)

Kapan waktunya memberikan pujian kepada anak? Saat anak melakukan kebaikan dan berusaha.

Bagaimana cara memuji anak yang benar? Fokus memuji perilakunya, bukan orangnya. Fokus memuji prosesnya, bukan hasilnya.

Bagaimana kita tahu bahwa kita sudah benar saat memuji? Kita tidak memberi pujian dengan kata sifat dan tidak fokus dengan hasil.

Bagaimana cara agar bisa terus konsisten? Berlatih terus menerus.

2. Membaca artikel terkini dari website yang kredibel tentang masalah yang dihadapi

Masalah yang kami hadapi adalah masalah komunikasi orangtua dan anak. Kami memfokuskan dengan masalah Cara Memuji yang Benar karena selama ini ternyata cara memuji kami yang belum tepat mengakibatkan perilaku yang kurang baik pada anak kami.

Beberapa artikel yang saya baca adalah sebagai berikut

https://childmind.org/article/are-our-children-overpraised/amp/

https://www.nytimes.com/2020/08/13/parenting/praising-children.html

https://www.psychalive.org/problem-overpraising-children/


3. Menemukan referensi lain lewat kegiatan yang disukai

Di kuliah ini ibu menyampaikan kami bisa mendapatkan referensi terkait masalah kami dari hal-hal yang kami sukai, misal dari buku, lagu, film, atau apapun. Karena saya suka membaca jadi saya mencari referensi melalui buku. Beberapa buku yang menjadi referensi saya adalah The Secret of Enlightening Parenting, The Secret of Self Improvement, dan Seni Berbicara Pada Anak. Dua buku pertama suda pernah saya baca sebelumnya, sedangkan buku Seni Berbicara Pada Anak baru akan saya baca pekan ini.


4. Melakukan komunikasi dengan orang-orang yang terkait dengan masalah ini

Ini tantangan banget bagi saya, karena saya cukup kebingungan akan menghubungi siapa dan bagaimana caranya. Setelah berpikir cukup lama saya pun memberanikan diri untuk menghubungi mbak Puri, seorang teman di IP yang juga mahasiswa kampus Ibu Pembaharu. Mbak Puri merupakan seorang konselor dan fasilitator keluarga yang pernah menyampaikan materi tentang bullying di keluarga, yang menjadi awal mula saya tergelitik mengangkat masalah ini. Karena ternyata saya dan suami melakukan bully ke anak dalam bentuk pujian yang salah.

Saya mengobrol dengan beliau lewat chat WhatsApp 


Dari obrolan saya dengan beliau saya mendapat beragam informasi dan insight tentang masalah saya. Saya semakin yakin untuk mengubah kebiasaan cara memuji ini agar terhindar dari kemungkinan buruk di kemudian hari.

Selain bertanya pada mbak Puri, saya juga bertanya pada bunda Umi, seorang teman di IP Sulteng yang berprofesi sebagai psikolog pendidikan. 


Dari beliau saya juga dapat sudut pandang baru, khususnya tentang kasus anak saya (usia 4 tahun). Karena ternyata yang terjadi di anak saya masih dalam fase perkembangannya (fase egosentris) jadi nggak perlu terlalu dikhawatirkan, hanya saja kami sebagai orangtua tetap harus memperbaiki cara memuji anak karena memang cara kami memuji selama ini masih belum sepenuhnya benar.


Bismillah... Semoga setelah semakin masalah yang kami hadapi kami bisa berproses menjadi orangtua yang lebih baik. Aamiin...





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Jurnal 4 : SMART Goals dan Sumber Daya

Di sistem umpan balik yang keempat ini saya mendapatkan buddy dari Jakarta, mbak Helena namanya. Beliau seorang ibu bekerja di ranah domestik dan juga aktif sebagai blogger. Saat berkenalan beliau cerita bahwa beliau pernah tinggal di Palu! Obrolan seputar tempat wisata di Palu dan sekitarnya pun mengalir. Ah, rasanya ingin sekali pandemi cepat berlalu jadi saya bisa jalan-jalan yang agak jauh lagi. Sudah lama berencana ke Donggala lagi, atau ke Poso, tapi karena Pandemi jadi tertunda. Paling jauh ke Sibedi di Sigi 😅 Selain ngobrolin tempat wisata di Palu dan sekitarnya, kami juga ngobrolin proses menjalankan tantangan 4 kemarin. Ternyata mbak Helena sama seperti saya yang berjalan bersama tim keluarga, bedanya mbak Helena melibatkan anak-anaknya sedangkan saya hanya dengan suami saja. Proses menentukan SMART Goals pun tidak terlalu sulit, diskusi yang terjadi di tim beliau berjalan lebih santai dan lebih mudah dari sebelumnya. Melihat SMART Goals dan milestone yang dibuat oleh mbak H...

Membangun Karakter di Hexagon City

Pekan ini saya kembali dibuat terkagum-kagum dengan Hexagon City. Konsep Character to Nation yang disampaikan founding mother membuat saya pribadi merinding. Bagaimana tidak? Beliau ingin kami memiliki karakter moral yang sama sebagai Hexagonia untuk membangun peradaban  Hexagon City. Karakter moral yang beliau maksud juga sama dengan karakter moral Ibu Profesional. Karakter moral sendiri diartikan sebagai kumpulan kualitas perilaku moral yang bisa menyatukan dan mendefinisikan secara budaya sebagai perbedaan dari warga lain. Kesamaan karakter moral akan menjadi identitas suatu kelompok. Di Hexagon City ada 3 komponen karakter moral yang harus kami miliki, yaitu:  Moral knowing, yaitu pengetahuan tentang moral. Ada 6 yang berlaku di Hexagon City. Moral feeling, yaitu perasaan tentang moral. Ada 6 yang harus mampu dirasakan oleh para Hexagonia. Moral action, yaitu bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Bisa dilihat dari 3 hal yaitu komp...

Ibu, Kuatlah! Demi Surga Anakmu!

Para pengikut yang setia mendampingi Abdullah bin Zubair makin sedikit, dan ia mengkhawatirkan keselamatan mereka. Tetapi mereka ini tidak mau meninggalkannya sendirian sebagaimana teman-temannya walau nyawa harus menjadi taruhannya. Abdullah bin Zubair menemui ibunya, Asma’ binti Abu Bakar, yang telah berusia hampir 100 tahun dan telah buta matanya. Dia datang untuk mendiskusikan masalah yang dihadapinya. Abdullah bin Zubair menceritakan kepada ibunya situasi yang sedang dihadapinya. Termasuk berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada pasukan yang dipimpinnya. Jumlahnya memang sangat sedikit. Mendengar penuturan putranya tersebut, Asma’ jadi teringat dengan "ramalan" Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam saat melahirkannya. Inilah masa yang digambarkan oleh Rasulullah untuk putranya, dan ternyata ia ditakdirkan untuk menyaksikan kejadian tragis tersebut. Sebagai seorang ibu yang berhati tegar dan sangat teguh memegang kebenaran, Asma’ berkata, ...