Langsung ke konten utama

Jurnal 6 Bunda Salihah IIP : Saatnya Beraksi

Hwaaaaah udah sampe materi 6 challenge 6 aja nih perjalanan saya di Kampus Ibu Pembaharu. Kerasa apa nggak kerasa? Jawabanya jelas kerasa banget ๐Ÿ˜† Setiap tahapan di Kampus Ibu Pembaharu ini, meski udah dibocorin di website Ibu Pembaharu, tetep aja sangat challenging. Kayak tantangan 6 ini, Masya Allah... Makin kerasa kalo perkuliahan kali ini memang berat banget dibanding sebelumnya... Sempet kepikiran mundur, tapi saya flashback lagi apa yang sudah saya lakukan sampai saat ini, kesungguhan saya, dan juga mikirin ke depannya kalo misal mundur gimana... Iya, misal saya cuma main-main aja di kampus ini, tentu saya nggak ragu buat ngisi form mundur. Tapi saya inget-inget lagi, saya sungguh-sungguh loh setiap nyimak kuliah dan ngerjain tantangan... Sayang banget kalo kesungguhan ini jadi nggak ada artinya gara-gara kegalauan sesaat ๐Ÿ˜Œ

Hyaaa~ kenapa deh curhat lagi wkwkk...

Soalnyaaa~ ini yang akhirnya membuat kami memutuskan untuk melakukan aksi yang hanya di lingkup keluarga saja, meski awalnya kami mau membuat sesi sharing offline yang mengundang teman-teman di IP Sulteng, namun karena satu dan lain hal akhirnya kami memilih untuk aksi internal saja.

Kami menyadari banget kapasitas kami, menyadari banget batas kemampuan kami, dan menyadari energi serta kebahagiaan yang kami punya, jadi kami saat ini memilih untuk melakukan yang terbaik yang kami bisa, yaitu memaksimalkan aksi di rumah. Nggak kayak yang lain nggak apa-apa... *pukpuk diri sendiri 


Manajemen project yang kami pilih masih tradisional dengan pen and paper, belum pakai teknologi, mengingat kami berdua satu atap hehe... Untuk koordinasi jarak jauh (antisipasi beliau di luar kota) kami pakai WhatsApp.

Untuk tools yang ibu kenalkan saya baru mencoba padlet karena saat ini tools tersebut yang familiar bagi saya. Tools lainnya belum sempat dicoba ๐Ÿ™ˆ





Di pekan pertama, selain galau (hahaha...) Yang kami lakukan adalah membuat persiapan. Untuk persiapan sebenernya nggak terlalu banyak ya, karena ini serupa dengan milestone kami, rencananya Oktober project Apresiasi Presisi dimulai, jadi bisa sekalian Apresiasi Presisi dijadikan pilot project untuk challenge 6 ini.

Apresiasi Presisi sendiri terbagi menjadi 2 latihan yaitu mengapresiasi dengan mindful dan mengapresiasi dengan deskripsi. Untuk aksi sekarang, sesuai dengan milestone yang kami buat, kami mencoba latihan apresiasi dengan mindful. Kami membuat indikator sebagai berikut: terkoneksi dan menatap anak. Cuma 2 sih, tapi ternyata setelah dijalani di pekan selanjutnya, challenging banget! Terutama bagian terkoneksi, karena terkoneksi ini diturunkan lagi, yaitu terkoneksi dengan diri sendiri dan terkoneksi dengan anak ๐Ÿ˜† Ya Allah, nggak mudah memang menjadi orangtua yang mindful...

Di aksi kali ini kami memilih untuk berlatih mengapresiasi karya anak-anak, karena selama ini hal ini yang menurut kami perlu diperbaiki. Biar nggak lagi itu-itu lagi yang diucapkan saat mengapresiasi karyanya anak-anak ๐Ÿ™ˆ

Prakteknya gimana? Nggak gampang ternyataaaa~ Latihan kali ini sekaligus latihan mindfulness buat kami. Alhamdulillah pas banget lagi ada program mindful parenting dari kelas jurnal yang kami ikutin, jadi sekalian deh latihan terkoneksi pake bahan dari kelas jurnal.

Hal lain yang kami sadari adalah, ternyata sesi latihan akan lebih mudah dinilai berhasil atau enggaknya kalau dimanipulasi. Dimanipulasi ini maksudnya direncakan, anak-anak ditawarkan untuk bikin-bikin sesuatu (yang sebenarnya nggak usah ditawarin juga mereka bikin terooooss hahah) lalu kami praktek latihan mengapresiasi karya mereka dengan mindful. Kalo nggak dimanipulasi alias ngalir aja, kami kesulitan mengukur keberhasilannya.


Sampai sekarang kami masih berlatih untuk mengapresiasi dengan mindful sambil latihan mindfulness pake bahan dari kelas jurnal yang kami ikuti. Kalau di milestone yang kami buat sebelumnya sih latihan ini jangka waktunya sekitar 3 bulan, hehehe... Nanti kalo udah kelar dan terbiasa (semoga berhasil ya Allah ๐Ÿ˜Œ) lanjut lagi ke latihan mengapresiasi dengan deskripsi. Waktunya sama juga 3 bulan. Ya Allah aku deg-degan, semoga lancaaarr project ini ๐Ÿ˜ญ



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Jurnal 4 : SMART Goals dan Sumber Daya

Di sistem umpan balik yang keempat ini saya mendapatkan buddy dari Jakarta, mbak Helena namanya. Beliau seorang ibu bekerja di ranah domestik dan juga aktif sebagai blogger. Saat berkenalan beliau cerita bahwa beliau pernah tinggal di Palu! Obrolan seputar tempat wisata di Palu dan sekitarnya pun mengalir. Ah, rasanya ingin sekali pandemi cepat berlalu jadi saya bisa jalan-jalan yang agak jauh lagi. Sudah lama berencana ke Donggala lagi, atau ke Poso, tapi karena Pandemi jadi tertunda. Paling jauh ke Sibedi di Sigi ๐Ÿ˜… Selain ngobrolin tempat wisata di Palu dan sekitarnya, kami juga ngobrolin proses menjalankan tantangan 4 kemarin. Ternyata mbak Helena sama seperti saya yang berjalan bersama tim keluarga, bedanya mbak Helena melibatkan anak-anaknya sedangkan saya hanya dengan suami saja. Proses menentukan SMART Goals pun tidak terlalu sulit, diskusi yang terjadi di tim beliau berjalan lebih santai dan lebih mudah dari sebelumnya. Melihat SMART Goals dan milestone yang dibuat oleh mbak H...

Membangun Karakter di Hexagon City

Pekan ini saya kembali dibuat terkagum-kagum dengan Hexagon City. Konsep Character to Nation yang disampaikan founding mother membuat saya pribadi merinding. Bagaimana tidak? Beliau ingin kami memiliki karakter moral yang sama sebagai Hexagonia untuk membangun peradaban  Hexagon City. Karakter moral yang beliau maksud juga sama dengan karakter moral Ibu Profesional. Karakter moral sendiri diartikan sebagai kumpulan kualitas perilaku moral yang bisa menyatukan dan mendefinisikan secara budaya sebagai perbedaan dari warga lain. Kesamaan karakter moral akan menjadi identitas suatu kelompok. Di Hexagon City ada 3 komponen karakter moral yang harus kami miliki, yaitu:  Moral knowing, yaitu pengetahuan tentang moral. Ada 6 yang berlaku di Hexagon City. Moral feeling, yaitu perasaan tentang moral. Ada 6 yang harus mampu dirasakan oleh para Hexagonia. Moral action, yaitu bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Bisa dilihat dari 3 hal yaitu komp...

Ibu, Kuatlah! Demi Surga Anakmu!

Para pengikut yang setia mendampingi Abdullah bin Zubair makin sedikit, dan ia mengkhawatirkan keselamatan mereka. Tetapi mereka ini tidak mau meninggalkannya sendirian sebagaimana teman-temannya walau nyawa harus menjadi taruhannya. Abdullah bin Zubair menemui ibunya, Asmaโ€™ binti Abu Bakar, yang telah berusia hampir 100 tahun dan telah buta matanya. Dia datang untuk mendiskusikan masalah yang dihadapinya. Abdullah bin Zubair menceritakan kepada ibunya situasi yang sedang dihadapinya. Termasuk berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada pasukan yang dipimpinnya. Jumlahnya memang sangat sedikit. Mendengar penuturan putranya tersebut, Asmaโ€™ jadi teringat dengan "ramalan" Nabi shalallahu โ€˜alaihi wassalam saat melahirkannya. Inilah masa yang digambarkan oleh Rasulullah untuk putranya, dan ternyata ia ditakdirkan untuk menyaksikan kejadian tragis tersebut. Sebagai seorang ibu yang berhati tegar dan sangat teguh memegang kebenaran, Asmaโ€™ berkata, ...