Engkau lelaki yang paling mencintaiku dan rela menunda kesenangan demi aku.
Engkau selalu menungguku, bahkan jika aku tak kunjung muncul menemuimu, engkau mau berlelah-lelah mencariku diantara lautan manusia, memanggil-manggil aku.
Pun jika saat itu tak kau jumpai aku di sana, engkau masih tetap berusaha mencariku di tempat lain yang semua manusia tak ada yang ingin mendatanginya.
Pernah kudengar dari mereka kasih sayangmu begitu luas dan dalam,
Meski dicelakai dan dicerca engkau tak pernah menyimpan dendam.
Begitu banyak yang menyebut namamu, membicarakanmu, menuliskan tentangmu,
Tapi mengapa terasa sulit kugapai, rasa cinta dan kerinduan padamu?
Wahai lelaki yang hitam bola matanya dan alisnya indah bertautan,
Mengapa hatiku tak bersungguh-sungguh merasakan,
Kekaguman dan cinta akan keteladanan?
Padahal,
Di detik engkau akan berpulang, aku salah satu yang engkau khawatirkan.
Selamatkah aku kelak? Terbebaskah aku dari siksaan?
Jika bukan engkau, manusia mana yang sempat berbuat demikian?
Ah, diri, sampai kapan hatimu akan membatu sementara lelaki terbaikmu telah mencintaimu sejak ribuan tahun yang lalu?
***
Karanganyar, 27 Mei 2017 / 1 Ramadhan 1438 H
Puisi ini tercipta dari inspirasi yang datang setelah membaca buku Muhammad Teladanku jilid "wafatnya Rasulullah".
Engkau selalu menungguku, bahkan jika aku tak kunjung muncul menemuimu, engkau mau berlelah-lelah mencariku diantara lautan manusia, memanggil-manggil aku.
Pun jika saat itu tak kau jumpai aku di sana, engkau masih tetap berusaha mencariku di tempat lain yang semua manusia tak ada yang ingin mendatanginya.
Pernah kudengar dari mereka kasih sayangmu begitu luas dan dalam,
Meski dicelakai dan dicerca engkau tak pernah menyimpan dendam.
Begitu banyak yang menyebut namamu, membicarakanmu, menuliskan tentangmu,
Tapi mengapa terasa sulit kugapai, rasa cinta dan kerinduan padamu?
Wahai lelaki yang hitam bola matanya dan alisnya indah bertautan,
Mengapa hatiku tak bersungguh-sungguh merasakan,
Kekaguman dan cinta akan keteladanan?
Padahal,
Di detik engkau akan berpulang, aku salah satu yang engkau khawatirkan.
Selamatkah aku kelak? Terbebaskah aku dari siksaan?
Jika bukan engkau, manusia mana yang sempat berbuat demikian?
Ah, diri, sampai kapan hatimu akan membatu sementara lelaki terbaikmu telah mencintaimu sejak ribuan tahun yang lalu?
***
Karanganyar, 27 Mei 2017 / 1 Ramadhan 1438 H
Puisi ini tercipta dari inspirasi yang datang setelah membaca buku Muhammad Teladanku jilid "wafatnya Rasulullah".
Komentar
Posting Komentar