Langsung ke konten utama

Menabung

"bunda, kakak mau ke warung" ujarnya pada saya siang tadi.
"mau ngapain?" tanya saya.
"mau beli jajan" jawabnya.
"kan tadi siang kakak udah jajan yupi 2 waktu ikut eyang keluar. Jatah jajan kakak hari ini udah abis. Iya, kan?" ujar saya memastikan.
"iya" jawabnya.
"kakak masih pengen beli Funtastic Learning ngga?" tanya saya.
"masih" ia menjawab.
"kalau kakak pengen beli Funtastic Learning kakak harus rajin menabung, jangan jajan terus. Nanti uangnya jadi habis kalo dipake jajan terus. Kalo ngga nabung-nabung nantinya ngga jadi bisa beli Funtastic Learning" saya menjelaskan.
"iya" jawabnya. "kayak Saliha ya bunda, pengen beli buku harus nabung dulu, tapi salihanya jajan terus"
"iya kak. Kalo jajan terus uangnya jadi terkumpul atau tidak?"
"tidak"
"jadi bisa beli buku atau tidak kalau uangnya tidak terkumpul?"
"tidak"
"kakak mau beli Funtastic Learning?"
"mau"
"kalau mau beli Funtastic Learning berarti kakak harus gimana?"
"harus nabung, jangan jajan terus"
"betul. Jajannya sesekali aja ya, dan secukupnya. Cukup beli satu jenis jajanan aja sehari. Oke?"
"oke"
"sekarang kakak mau apa? Bunda siapin makan, mau?"
"mau"

***

Iya, saya memang cukup cerewet jika akan mengabulkan permintaan anak. Saya ingin ia belajar bahwa untuk mendapatkan sesuatu kita harus berusaha terlebih dahulu. Misalnya dengan menabung. Alhamdulillah Faiq senang menabung. Ia bahkan beberapa kali membeli mainan dan barang yang dia inginkan memakai uang tabungannya. PR saya selain agar Faiq bisa istiqomah menabung adalah agar ia bijak dalam membelanjakan uang yang ia miliki. Memastikan bahwa apa yang ia beli benar-benar ia butuhkan. Sejauh ini saya selalu menanyakan alasan kuat apa yang membuatkan membutuhkan benda yang ingin dia beli. Tak jarang saya menawarkan alternatif lain. Hal itu biasanya akan memancing diskusi dan mengasah pola pikir anak dan melatih anak untuk membuat keputusan.
.
.
Kuningan, 17 Juni dini hari

#catatanbelajarbunfasya
#Level1
#Day9
#Tantangan10Hari
#Komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Jurnal 4 : SMART Goals dan Sumber Daya

Di sistem umpan balik yang keempat ini saya mendapatkan buddy dari Jakarta, mbak Helena namanya. Beliau seorang ibu bekerja di ranah domestik dan juga aktif sebagai blogger. Saat berkenalan beliau cerita bahwa beliau pernah tinggal di Palu! Obrolan seputar tempat wisata di Palu dan sekitarnya pun mengalir. Ah, rasanya ingin sekali pandemi cepat berlalu jadi saya bisa jalan-jalan yang agak jauh lagi. Sudah lama berencana ke Donggala lagi, atau ke Poso, tapi karena Pandemi jadi tertunda. Paling jauh ke Sibedi di Sigi 😅 Selain ngobrolin tempat wisata di Palu dan sekitarnya, kami juga ngobrolin proses menjalankan tantangan 4 kemarin. Ternyata mbak Helena sama seperti saya yang berjalan bersama tim keluarga, bedanya mbak Helena melibatkan anak-anaknya sedangkan saya hanya dengan suami saja. Proses menentukan SMART Goals pun tidak terlalu sulit, diskusi yang terjadi di tim beliau berjalan lebih santai dan lebih mudah dari sebelumnya. Melihat SMART Goals dan milestone yang dibuat oleh mbak H...

Belajar Jadi Fasilitator A Home Team

Hai-hai...  Saya punya cerita baru. Hehehe...  Jadi ceritanya saya lagi ikutan training fasilitator A Home Team dari ahometeam.id. A Home Team ini merupakan salah satu produknya Padepokan Margosari, keluarga panutan kami.  Dulu~ tanggal 14 Januari 2018 saya mengikuti workshop A Home Team yang diselenggarakan oleh Ibu Profesional Jogja. Pak Dodik dan Bu Septi langsung yang memberi materi. Perasaan saya waktu itu? Waaah seneng bangett~ saya bersyukur bisa ikutan workshop meski nggak bisa couple sama suami karena beliau jagain anak-anak. Setelah workshop saya dapat bekal untuk membangun tim keluarga dan saya merasakan keluarga kami menjadi lebih kompak.  Sekarang, saya belajar lagi tentang A Home Team dengan niatan ingin menguatkan home team kami lewat berbagi dengan keluarga lain sebagai fasilitator. Meski materinya masih basic, namun tetap ada hal baru yang saya dapatkan. Apalagi keadaan keluarga kami dan tantangan yang kami hadapi sudah berbeda dengan empat tahun lal...

Membangun Karakter di Hexagon City

Pekan ini saya kembali dibuat terkagum-kagum dengan Hexagon City. Konsep Character to Nation yang disampaikan founding mother membuat saya pribadi merinding. Bagaimana tidak? Beliau ingin kami memiliki karakter moral yang sama sebagai Hexagonia untuk membangun peradaban  Hexagon City. Karakter moral yang beliau maksud juga sama dengan karakter moral Ibu Profesional. Karakter moral sendiri diartikan sebagai kumpulan kualitas perilaku moral yang bisa menyatukan dan mendefinisikan secara budaya sebagai perbedaan dari warga lain. Kesamaan karakter moral akan menjadi identitas suatu kelompok. Di Hexagon City ada 3 komponen karakter moral yang harus kami miliki, yaitu:  Moral knowing, yaitu pengetahuan tentang moral. Ada 6 yang berlaku di Hexagon City. Moral feeling, yaitu perasaan tentang moral. Ada 6 yang harus mampu dirasakan oleh para Hexagonia. Moral action, yaitu bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Bisa dilihat dari 3 hal yaitu komp...