Langsung ke konten utama

Dialog Iman yang kesekian

Banyak hal yang membuat mata anak sulung kami berbinar-binar. Salah satunya adalah jika ia diminta menceritakan sesuatu. Terkadang ia bercerita sambil membangun (membentuk bangunan), sambil memeragakan, atau sambil bermain sesuatu atau bermain bebas. Saat ia bercerita pun penuh ekspresi.

Karena bercerita menjadi salah satu kesukaannya yang paling bisa saya kenali, saya mengajaknya banyak berdiskusi. Diskusinya pun mengalir begitu saja sesuai dengan kemauannya. Apa yang ia tanyakan, nyatakan dan lontarkan maka itu yang akan kami bahas.

Siang ini Faiq kembali berkata bahwa ia ingin pergi ke Arsy dan berjumpa dengan Allah. Ia mengatakan kalau ia ingin diberi tahi lalat oleh Allah. Hmmm.. sepertinya keinginannya untuk memiliki tahi lalat belum juga sirna. Hehehe. Faiq juga banyak bertanya tentang Allah. Mengapa Allah tidak bisa kita lihat, mengapa Allah harus disembah, dimana letak Arsy dan bagaimana kita bisa sampai kesana...

Faiq pun berkata bahwa ia ingin mengunjungi ka'bah dan masuk ke dalam ka'bah, ia ingin ke masjid nabawi dan berziarah ke makam Rasulullah, ia bertanya apakah ia bisa melakukan hal itu dan bagaimana caranya.

Dialog iman kami pun sampai pada cerita burung gagak yang menyontohkan bagaimana menguburkan makhluk yang sudah tak bernyawa. Faiq bertanya tentang kematian, Faiq bertanya mengapa burung gagak menggali tanah, Faiq bertanya apakah di masa sekarang ia bisa bertemu dengan Qobil.

Saya jadi teringat, selama ini Faiq sering sekali mengajak saya melakukan dialog iman, dari pertanyaan dan pernyataan sederhana. Saya bersyukur bahwa fitrah keimanannya semakin tumbuh. Sesungguhnya hal ini juga menjadi pengingat bagi saya agar saya terus meng-upgrade diri saya, agar bisa menjadi fasilitator terbaik baginya di masa pra latihnya ini. Mengingatkan saya untuk tak berhenti belajar dan membaca agar bisa terus menjadi partner diskusi baginya. Mengajarkan saya untuk terus bersabar menghadapi pertanyaan-pertanyaannya yang tak jarang hadir di kala saya sedang tidak bisa berkonsentrasi dengan baik.

Barakallah anak sulungku yang sholih 😘❤


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Jurnal 4 : SMART Goals dan Sumber Daya

Di sistem umpan balik yang keempat ini saya mendapatkan buddy dari Jakarta, mbak Helena namanya. Beliau seorang ibu bekerja di ranah domestik dan juga aktif sebagai blogger. Saat berkenalan beliau cerita bahwa beliau pernah tinggal di Palu! Obrolan seputar tempat wisata di Palu dan sekitarnya pun mengalir. Ah, rasanya ingin sekali pandemi cepat berlalu jadi saya bisa jalan-jalan yang agak jauh lagi. Sudah lama berencana ke Donggala lagi, atau ke Poso, tapi karena Pandemi jadi tertunda. Paling jauh ke Sibedi di Sigi 😅 Selain ngobrolin tempat wisata di Palu dan sekitarnya, kami juga ngobrolin proses menjalankan tantangan 4 kemarin. Ternyata mbak Helena sama seperti saya yang berjalan bersama tim keluarga, bedanya mbak Helena melibatkan anak-anaknya sedangkan saya hanya dengan suami saja. Proses menentukan SMART Goals pun tidak terlalu sulit, diskusi yang terjadi di tim beliau berjalan lebih santai dan lebih mudah dari sebelumnya. Melihat SMART Goals dan milestone yang dibuat oleh mbak H...

Membangun Karakter di Hexagon City

Pekan ini saya kembali dibuat terkagum-kagum dengan Hexagon City. Konsep Character to Nation yang disampaikan founding mother membuat saya pribadi merinding. Bagaimana tidak? Beliau ingin kami memiliki karakter moral yang sama sebagai Hexagonia untuk membangun peradaban  Hexagon City. Karakter moral yang beliau maksud juga sama dengan karakter moral Ibu Profesional. Karakter moral sendiri diartikan sebagai kumpulan kualitas perilaku moral yang bisa menyatukan dan mendefinisikan secara budaya sebagai perbedaan dari warga lain. Kesamaan karakter moral akan menjadi identitas suatu kelompok. Di Hexagon City ada 3 komponen karakter moral yang harus kami miliki, yaitu:  Moral knowing, yaitu pengetahuan tentang moral. Ada 6 yang berlaku di Hexagon City. Moral feeling, yaitu perasaan tentang moral. Ada 6 yang harus mampu dirasakan oleh para Hexagonia. Moral action, yaitu bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Bisa dilihat dari 3 hal yaitu komp...

Ibu, Kuatlah! Demi Surga Anakmu!

Para pengikut yang setia mendampingi Abdullah bin Zubair makin sedikit, dan ia mengkhawatirkan keselamatan mereka. Tetapi mereka ini tidak mau meninggalkannya sendirian sebagaimana teman-temannya walau nyawa harus menjadi taruhannya. Abdullah bin Zubair menemui ibunya, Asma’ binti Abu Bakar, yang telah berusia hampir 100 tahun dan telah buta matanya. Dia datang untuk mendiskusikan masalah yang dihadapinya. Abdullah bin Zubair menceritakan kepada ibunya situasi yang sedang dihadapinya. Termasuk berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada pasukan yang dipimpinnya. Jumlahnya memang sangat sedikit. Mendengar penuturan putranya tersebut, Asma’ jadi teringat dengan "ramalan" Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam saat melahirkannya. Inilah masa yang digambarkan oleh Rasulullah untuk putranya, dan ternyata ia ditakdirkan untuk menyaksikan kejadian tragis tersebut. Sebagai seorang ibu yang berhati tegar dan sangat teguh memegang kebenaran, Asma’ berkata, ...