Langsung ke konten utama

Puasa sebagai Hamba Allah

Seperti yang sebelumnya saya ceritakan di sini, saat di tahap telur kemarin proses belajar saya merujuk pada tema besar manajemen waktu. Saat itu saya mengawali brainstorming dengan membagi diri ke dalam beberapa peran, yaitu : peran sebagai pribadi (hamba Allah), peran sebagai istri, sebagai ibu, sebagai manajer rumah tangga, dan sebagai ketua HIMA. Dalam menjalankan peran-peran tersebut saya perlu kemampuan mengelola diri dan waktu dengan baik, agar semua peran bisa saya jalankan dengan bahagia dan tidak ada yang terabaikan. Kunci terbesar dari mind map saya memang manajemen waktu dan manajemen emosi. Maka, saat di tahap ulat saya melahap makanan utama di keluarga manajemen waktu, kemudian saya beralih ke keluarga manajemen emosi. Saya juga sempat ngemil di keluarga homeschooling untuk mendukung peran saya sebagai praktisi homeschooling.

Dengan pertimbangan di atas, maka di tahap kepompong ini saya memilih puasa yang bisa mendukung berbagai peran saya. Pekan pertama ini saya memilih menguatkan peran saya sebagai individu dan hamba Allah, dimulai dari memperbaiki sholat. Saya berpuasa dari rasa malas atau nanggung yang selama ini kerap menjadi penyebab saya tidak bisa sholat di awal waktu. Saya pilih memperbaiki sholat karena itulah hal pertama yang harus saya lakukan ketika ingin memperbaiki kehidupan dan urusan saya. Segera setelah adzan berkumandang, saya bersiap mengambil wudhu untuk sholat. Kegiatan apapun yang saya lakukan saat itu, meski sedang tanggung, harus saya tinggalkan. Rasa malas harus disingkirkan. Bagi ibu rumah tangga dengan bayi tanpa ART saya merasa ini cukup menantang, tetapi pasti bisa dilakukan. Saya sadar banget kalau selama ini saat saya mengakhirkan waktu sholat karena saya merasa nanggung dengan suatu hal, atau karena memang menuruti rasa malas dengan beralaskan "nanti deh, kan waktunya masih panjang". Hiks... 
Alhamdulillah setelah menjalankan puasa selama sepekan memang benar, rasanya hidup berjalan lebih ringan...

Dalam puasa pekanan ini saya menetapkan indikator sebagai berikut  :

๐ŸŒŸ Excellent jika 5/5 di awal waktu
๐ŸŒŸ Very Good jika 4/5 di awal waktu
๐ŸŒŸ Satisfactory jika 3/5 di awal waktu
๐ŸŒŸ Need Improvement jika 2/5 atau 1/5 di awal waktu

Untuk batasan awal waktu saya tetapkan adalah maksimal 15 menit setelah terdengar iqamat.

Dan inilah hasil puasa saya pekan ini


Ternyata dari 7 hari puasa saya mendapat badge excellent 3 kali dan badge Very Good 4 kali. Setelah saya mengecek ibadah tracker di bujo, 3 kali saya terlewat awal waktu Subuh dan 1 kali awal waktu Maghrib. Hiks...
Saya memang masih berjuang untuk tidak tidur lagi saat terbangun menjelang subuh untuk menyusui si bungsu, karena kalau saya ketiduran maka saat terbangun biasanya sudah jam setengah 6 ๐Ÿ˜ญ

Meskipun kemarin baru berjalan beberapa hari, tapi tubuh saya seperti sudah membiasakan diri. Saat ini saya mulai autopilot bangun sebelum alarm berbunyi, dan lebih aware dengan adzan. Saya jadi lebih ringan untuk sholat di awal waktu. Semoga otot saya semakin terlatih dan akhirnya bisa autopilot langsung berwudhu setelah mendengar suara adzan. Aamiin...

Saya bahagia banget dengan tugas ini, dan nggak sabar untuk bisa melanjutkan puasa ini ditambah dengan puasa lainnya di pekan kedua ๐Ÿคฉ
Btw, saya udah siapin mau puasa apa, semoga prosesnya juga semenyenangkan saat pekan pertama. Aamiin...



#janganlupabahagia
#jurnalpuasamingguke-1
#materi1
#kelaskepompong
#bundacekatan
#buncekbatch1
#buncekIIP
#institutibuprofesional

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Jurnal 4 : SMART Goals dan Sumber Daya

Di sistem umpan balik yang keempat ini saya mendapatkan buddy dari Jakarta, mbak Helena namanya. Beliau seorang ibu bekerja di ranah domestik dan juga aktif sebagai blogger. Saat berkenalan beliau cerita bahwa beliau pernah tinggal di Palu! Obrolan seputar tempat wisata di Palu dan sekitarnya pun mengalir. Ah, rasanya ingin sekali pandemi cepat berlalu jadi saya bisa jalan-jalan yang agak jauh lagi. Sudah lama berencana ke Donggala lagi, atau ke Poso, tapi karena Pandemi jadi tertunda. Paling jauh ke Sibedi di Sigi ๐Ÿ˜… Selain ngobrolin tempat wisata di Palu dan sekitarnya, kami juga ngobrolin proses menjalankan tantangan 4 kemarin. Ternyata mbak Helena sama seperti saya yang berjalan bersama tim keluarga, bedanya mbak Helena melibatkan anak-anaknya sedangkan saya hanya dengan suami saja. Proses menentukan SMART Goals pun tidak terlalu sulit, diskusi yang terjadi di tim beliau berjalan lebih santai dan lebih mudah dari sebelumnya. Melihat SMART Goals dan milestone yang dibuat oleh mbak H...

Membangun Karakter di Hexagon City

Pekan ini saya kembali dibuat terkagum-kagum dengan Hexagon City. Konsep Character to Nation yang disampaikan founding mother membuat saya pribadi merinding. Bagaimana tidak? Beliau ingin kami memiliki karakter moral yang sama sebagai Hexagonia untuk membangun peradaban  Hexagon City. Karakter moral yang beliau maksud juga sama dengan karakter moral Ibu Profesional. Karakter moral sendiri diartikan sebagai kumpulan kualitas perilaku moral yang bisa menyatukan dan mendefinisikan secara budaya sebagai perbedaan dari warga lain. Kesamaan karakter moral akan menjadi identitas suatu kelompok. Di Hexagon City ada 3 komponen karakter moral yang harus kami miliki, yaitu:  Moral knowing, yaitu pengetahuan tentang moral. Ada 6 yang berlaku di Hexagon City. Moral feeling, yaitu perasaan tentang moral. Ada 6 yang harus mampu dirasakan oleh para Hexagonia. Moral action, yaitu bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Bisa dilihat dari 3 hal yaitu komp...

Ibu, Kuatlah! Demi Surga Anakmu!

Para pengikut yang setia mendampingi Abdullah bin Zubair makin sedikit, dan ia mengkhawatirkan keselamatan mereka. Tetapi mereka ini tidak mau meninggalkannya sendirian sebagaimana teman-temannya walau nyawa harus menjadi taruhannya. Abdullah bin Zubair menemui ibunya, Asmaโ€™ binti Abu Bakar, yang telah berusia hampir 100 tahun dan telah buta matanya. Dia datang untuk mendiskusikan masalah yang dihadapinya. Abdullah bin Zubair menceritakan kepada ibunya situasi yang sedang dihadapinya. Termasuk berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada pasukan yang dipimpinnya. Jumlahnya memang sangat sedikit. Mendengar penuturan putranya tersebut, Asmaโ€™ jadi teringat dengan "ramalan" Nabi shalallahu โ€˜alaihi wassalam saat melahirkannya. Inilah masa yang digambarkan oleh Rasulullah untuk putranya, dan ternyata ia ditakdirkan untuk menyaksikan kejadian tragis tersebut. Sebagai seorang ibu yang berhati tegar dan sangat teguh memegang kebenaran, Asmaโ€™ berkata, ...