Langsung ke konten utama

Membumikan Karakter Melalui Aktivitas

Seperti bahasan habit to nation, bahasan activity to nation juga dilaksanakan dalam waktu dua pekan. Selama dua pekan ini kami banyak berdiskusi di WAG. Selain tentunya melanjutkan habit sesuai milestone yang telah disepakati.

Kali ini saya mengenal diri melalui aktivitas yang saya lakukan sebagai Hexagonia. Semua aktivitas tersebut dimasukkan ke template 4E untuk diidentifikasi mana saja yang enjoy, easy, excellent, dan earn. Kemudian dilanjutkan dengan menentukan prioritas aktivitas serta aktivitas mana saja yang akan ditingkatkan level 4E-nya. Ini yang saya kerjakan di jamboard




Setelah selesai dengan template 4E pribadi, kami mendiskusikan semuanya dan mengelompokkannya. Terakhir kami memilih diksi-diksi umum yang mewakili bentuk aktivitas kami. Ini hasil diskusi kami.





Aktivitas-aktivitas yang kami lakukan ini salah satu cara kami membumikan karakter yang sudah kami pilih sebelumnya, tentu juga sebagai sarana membangun habit baik yang sudah ditentukan di pekan lalu.

Oh iya, di pekan 4E ini, saya berhasil membuat konten perkenalan The Arcadians Post untuk ditampilkan di Hexaweb, Alhamdulillah teman-teman mengapresiasi apa yang saya lakukan. Ini cukup menguatkan saya bahwa saya cukup mampu menulis artikel dan membuat desain, meski masih seadanya. Haha...




Saya juga iseng membuat logo untuk co-housing kami, hihi. Bagusan yang mana? 😁




Habis ini bakal ada keseruan apa yaaa di zona X? 🤩

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Jurnal 4 : SMART Goals dan Sumber Daya

Di sistem umpan balik yang keempat ini saya mendapatkan buddy dari Jakarta, mbak Helena namanya. Beliau seorang ibu bekerja di ranah domestik dan juga aktif sebagai blogger. Saat berkenalan beliau cerita bahwa beliau pernah tinggal di Palu! Obrolan seputar tempat wisata di Palu dan sekitarnya pun mengalir. Ah, rasanya ingin sekali pandemi cepat berlalu jadi saya bisa jalan-jalan yang agak jauh lagi. Sudah lama berencana ke Donggala lagi, atau ke Poso, tapi karena Pandemi jadi tertunda. Paling jauh ke Sibedi di Sigi 😅 Selain ngobrolin tempat wisata di Palu dan sekitarnya, kami juga ngobrolin proses menjalankan tantangan 4 kemarin. Ternyata mbak Helena sama seperti saya yang berjalan bersama tim keluarga, bedanya mbak Helena melibatkan anak-anaknya sedangkan saya hanya dengan suami saja. Proses menentukan SMART Goals pun tidak terlalu sulit, diskusi yang terjadi di tim beliau berjalan lebih santai dan lebih mudah dari sebelumnya. Melihat SMART Goals dan milestone yang dibuat oleh mbak H...

Ibu, Kuatlah! Demi Surga Anakmu!

Para pengikut yang setia mendampingi Abdullah bin Zubair makin sedikit, dan ia mengkhawatirkan keselamatan mereka. Tetapi mereka ini tidak mau meninggalkannya sendirian sebagaimana teman-temannya walau nyawa harus menjadi taruhannya. Abdullah bin Zubair menemui ibunya, Asma’ binti Abu Bakar, yang telah berusia hampir 100 tahun dan telah buta matanya. Dia datang untuk mendiskusikan masalah yang dihadapinya. Abdullah bin Zubair menceritakan kepada ibunya situasi yang sedang dihadapinya. Termasuk berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada pasukan yang dipimpinnya. Jumlahnya memang sangat sedikit. Mendengar penuturan putranya tersebut, Asma’ jadi teringat dengan "ramalan" Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam saat melahirkannya. Inilah masa yang digambarkan oleh Rasulullah untuk putranya, dan ternyata ia ditakdirkan untuk menyaksikan kejadian tragis tersebut. Sebagai seorang ibu yang berhati tegar dan sangat teguh memegang kebenaran, Asma’ berkata, ...

Perjalanan Belajar Terbang Pekan Pertama

Alhamdulillah sudah sampai di pekan pertama tahap Kupu-kupu. Di pekan ini kami diibaratkan sebagai kupu-kupu muda yang baru belajar terbang.  Pembelajaran kali ini menggunakan fitur baru dari Facebook, yaitu fitur Mentorship. Setiap mahasiswa diminta mendaftar menjadi mentor untuk bidang yang dikuasainya, dan menjadi mentee untuk bidang yang akan dipelajarinya sesuai dengan peta belajarnya. Belajar Terbang Sebagai Mentor Awalnya saya bingung akan menjadi mentor di bidang apa. Saya sempat terpikirkan untuk menjadi mentor mengawal perkembangan anak usia 0-6 tahun. Kemudian keesokan harinya saya teringat bahwa selama lebih dari enam tahun kami sudah hidup tanpa TV dan kami bahagia dengan hal itu. Anak-anak kami tetap memiliki waktu melihat layar atau screentime, tetapi waktunya kami batasi dan durasi waktu tersebut sesuai kesepakatan kami dan anak-anak. Alhamdulillah selama ini anak-anak sangat minim aktivitas layar, sehari hanya maksimal 30 menit saja. Biasanya hanya 10-20 menit. Itu...