Langsung ke konten utama

Catatan Kuliah Bunda Salihah IIP : Identifikasi Masalah

 Alhamdulillahirrabbil'alamiin... Nggak nyangka akhirnya aku udah sampe di etape terakhir perkuliahan di Institut Ibu Profesional. Masih inget banget di awal 2017 aku mulai ikut kelas Matrikulasi dan ngerjain NHW yang jumlahnya ada sembilan itu. Hmmm berarti udah sekitar 4 tahun aku belajar di Ibu Profesional. Di empat tahun terakhir ini pun aku banyak bertumbuh secara mindset dan mulai menunjukkan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Hubunganku dengan suami dan anak-anak pun semakin dekat. Kami pun sudah bisa membangun tim keluarga yang insya Allah kompak. Nah, kali ini aku berkesempatan mengikuti perkuliahan Bunda Salihah Batch 1 yang materi kuliahnya langsung disampaikan oleh ibu Septi, founder Ibu Profesional. Ini adalah kelas ketiga dimana aku dapet materi langsung dari beliau setelah kelas Bunda Cekatan dan Bunda Produktif.


Rabu malam tanggal 23 Juni merupakan kuliah perdana kami di Kampus Ibu Pembaharu, sebutan untuk tempat kami para Hexagonia menimba ilmu untuk menjadi Ibu Pembaharu. Iyes, kelas Bunda Salihah juga menggunakan metode gamifikasi seperti kelas-kelas sebelumnya. Kami, para mahasiswa IIP yang telah lulus dari kelas Bunda Produktif dan melanjutkan ke Bunda Salihah sedang berperan sebagai Hexagonia, sebutan bagi warga Hexagon City (gamifikasi di kelas Bunda Produktif), yang sedang belajar di Kampus Ibu Pembaharu yang juga terletak di Hexagon City. Ih.. keren yaaa Ibu bikin gamesnya bisa continue gini.


Ibu membuka kelas dengan menyampaikan bahwa perempuan itu sosok yang kuat menghadapi masalah. Contohnya saat ia hamil, lalu melahirkan, menyusui, mengasuh, hamil lagi, melahirkan lagi, dst. Perempuan adalah makhluk yang bisa berdamai dengan masalah. Selanjutnya Ibu menyampaikan poin yang akan disampaikan pada malam itu lalu masuk ke materi. Ini catatan yang kudapat dari mendengarkan kuliah Ibu.


Setiap ibu bisa menjadi pembaharu, every mother is a changemaker. Ibu pembaharu sendiri adalah seorang ibu yang konsisten melakukan :

  • Cognitive Emphaty
Mengembangkan empati kognitif yang mendalam untuk secara aktif mendengarkan masalah sosial, betapapun kecilnya masalah tersebut. Setelah ia berempati lalu memikirkannya secara mendalam. Empati yang paling penting adalah empati pada diri sendiri.
  • Teamwork
Melengkapi dirinya, timnya, dan komunitasnya untuk berkolaborasi dalam mengerjakan solusi yang berarti. Jadi setelah seorang ibu melakukan cognitive emphaty maka ia harus bisa membangun tim agar proses changemakingnya bisa membesar.
  • New Leadership
Ibu menekankan ini tuh penting banget agar nantinya seorang ibu bisa mengembangkan ketahanan dan kepemimpinan dalam upaya memecahkan masalah sosial sejak usia muda. Ibu memberi contoh dalam perjalanan beliau menjadi ibu pembaharu beliau selalu bersama Ara. Tahun 2003 Ibu baru mengidentifikasi masalahnya, tahun 2007 Ibu bertemu Ashoka Foundation, tahun 2008 Ara menjadi Ashoka Young Changemaker.
  • Creative Problem Solving
Menerapkan pemikiran kritis untuk menghasilkan solusi inovatif guna mengatasi masalah yang kompleks.


Tahapan Menjadi Ibu Pembaharu

  1. Identifikasi Masalah
  2. Temukan Teman
  3. Pahami Masalah
  4. Memilih Tujuan
  5. Identifikasi Aksi
  6. Melakukan Aksi
  7. Apresiaksi
  8. Merayakan Solusi


Problem Statement

Sangat penting bagi kita untuk bisa memisahkan pernyataan masalah yang baik dari yang buruk. Sesi ini akan membantu kita sampai pada pernyataan masalah yang layak dipecahkan oleh tim kita. Biar kita nggak ngeluh terus.

Masalah yang baik itu yang gimana sih? Yang bikin kita berbinar, yang bikin kita semangat untuk menyelesaikannya, yang nggak perlu dorongan dari luar, yang kita bisa cari solusinya...

Nah, kalo masalah yang buruk itu masalah yang bikin kita loyo, nyedot energi kita, sampe nantinya bisa berpengaruh ke kesehatan kita.

Keduanya, baik yang baik atau yang buruk, adalah masalah kita.

Selanjutnya mari kita membuat problem statement berdasarkan panduan ini :

  • Apa saja masalah kita?
Tulis semua masalah yang sedang dihadapi, selanjutnya pisahkan masalah tersebut ke kategori masalah pribadi, masalah keluarga, dan masalah lingkungan.
  • Bagaimana kita bisa tahu bahwa ini adalah masalah kita?
Semakin kita dihadapkan dengan masalah itu kita semakin berbinar dan ingin menyelesaikannya. Kita punya energi lebih untuk menyelesaikan masalah tersebut. Atau bisa juga masalah tersebut menyedot energi kita kalau nggak segera diselesaikan, misalnya jadi sakit fisik.

  • Bagaimana kita tahu kapan kita telah memecahkan masalah ini?

Kita cari apa yang diharapkan terjadi jika kita dihadapkan dengan situasi yang sama.


Analisa Akar Masalah

Setelah kita membuat problem statement mari kita analisa masalah kita. 

  • Tulis semua masalah yang tampak kemudian renungkan dan terus tanyakan pada diri sendiri sampai ketemu akar masalahnya.
Contoh analisa akar masalah dari Ibu

Big problem :
  1. Banyak IRT yang nggak bahagia jadi IRT
  2. Personal growth stagnan saat menjadi ibu
  3. IRT dibilang pengangguran
  4. Perempuan jadi korban maupun pelaku kekerasan
  5. Ibu merasa takut ketergantungan pada suami
Visible Result
  1. Menurut komnas perempuan, kasus KDRT sebanyak 245.548 kasus yang berpotensi menyebabkan perceraian
  2. Menurut WHO Indonesia adalah salah satu negara yang punya angka bunuh diri yang tinggi pada perempuan.
Dari data yang tampak tadi dicari akar masalahnya maka didapat:
  1. Saat perempuan menjadi IRT maka ia kehilangan rasa percaya dirinya dan bangganya menjadi seorang perempuan, akhirnya ia jadi nggak happy, lalu menjadi trigger terjadinya KDRT.
  2. Banyak perempuan yang pengetahuannya berkurang saat menjadi ibu sehingga personal growthnya stagnan atau turun.
Banyak perempuan yang percaya bahwa menjadi IRT nggak bisa punya penghasilan sendiri dan ini menjadikannya rapuh.


Selanjutnya kami diminta untuk membuat problem statement dan menganalisa akar masalahnya. Problem statementku beserta cerita yang mengiringinya bisa dibaca di sini yaaa ^^


Semoga pekan-pekan berikutnya aku konsisten menulis catatan kuliahku di Kampus Ibu Pembaharu. Doakan aku yaaa...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Jurnal 4 : SMART Goals dan Sumber Daya

Di sistem umpan balik yang keempat ini saya mendapatkan buddy dari Jakarta, mbak Helena namanya. Beliau seorang ibu bekerja di ranah domestik dan juga aktif sebagai blogger. Saat berkenalan beliau cerita bahwa beliau pernah tinggal di Palu! Obrolan seputar tempat wisata di Palu dan sekitarnya pun mengalir. Ah, rasanya ingin sekali pandemi cepat berlalu jadi saya bisa jalan-jalan yang agak jauh lagi. Sudah lama berencana ke Donggala lagi, atau ke Poso, tapi karena Pandemi jadi tertunda. Paling jauh ke Sibedi di Sigi 😅 Selain ngobrolin tempat wisata di Palu dan sekitarnya, kami juga ngobrolin proses menjalankan tantangan 4 kemarin. Ternyata mbak Helena sama seperti saya yang berjalan bersama tim keluarga, bedanya mbak Helena melibatkan anak-anaknya sedangkan saya hanya dengan suami saja. Proses menentukan SMART Goals pun tidak terlalu sulit, diskusi yang terjadi di tim beliau berjalan lebih santai dan lebih mudah dari sebelumnya. Melihat SMART Goals dan milestone yang dibuat oleh mbak H...

Membangun Karakter di Hexagon City

Pekan ini saya kembali dibuat terkagum-kagum dengan Hexagon City. Konsep Character to Nation yang disampaikan founding mother membuat saya pribadi merinding. Bagaimana tidak? Beliau ingin kami memiliki karakter moral yang sama sebagai Hexagonia untuk membangun peradaban  Hexagon City. Karakter moral yang beliau maksud juga sama dengan karakter moral Ibu Profesional. Karakter moral sendiri diartikan sebagai kumpulan kualitas perilaku moral yang bisa menyatukan dan mendefinisikan secara budaya sebagai perbedaan dari warga lain. Kesamaan karakter moral akan menjadi identitas suatu kelompok. Di Hexagon City ada 3 komponen karakter moral yang harus kami miliki, yaitu:  Moral knowing, yaitu pengetahuan tentang moral. Ada 6 yang berlaku di Hexagon City. Moral feeling, yaitu perasaan tentang moral. Ada 6 yang harus mampu dirasakan oleh para Hexagonia. Moral action, yaitu bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Bisa dilihat dari 3 hal yaitu komp...

Ibu, Kuatlah! Demi Surga Anakmu!

Para pengikut yang setia mendampingi Abdullah bin Zubair makin sedikit, dan ia mengkhawatirkan keselamatan mereka. Tetapi mereka ini tidak mau meninggalkannya sendirian sebagaimana teman-temannya walau nyawa harus menjadi taruhannya. Abdullah bin Zubair menemui ibunya, Asma’ binti Abu Bakar, yang telah berusia hampir 100 tahun dan telah buta matanya. Dia datang untuk mendiskusikan masalah yang dihadapinya. Abdullah bin Zubair menceritakan kepada ibunya situasi yang sedang dihadapinya. Termasuk berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada pasukan yang dipimpinnya. Jumlahnya memang sangat sedikit. Mendengar penuturan putranya tersebut, Asma’ jadi teringat dengan "ramalan" Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam saat melahirkannya. Inilah masa yang digambarkan oleh Rasulullah untuk putranya, dan ternyata ia ditakdirkan untuk menyaksikan kejadian tragis tersebut. Sebagai seorang ibu yang berhati tegar dan sangat teguh memegang kebenaran, Asma’ berkata, ...