Langsung ke konten utama

Surat untuk Diriku

Dear diriku, terima kasih banyak sudah berjuang hingga saat ini. Berjuang menjadi versi terbaik dirimu, berjuang menjalani berbagai peran yang tentunya tidak mudah, berjuang mengalahkan segala macam self talk yang tidak memberdayakan juga berjuang dari stigma negatif Ibu Rumah Tangga di luar sana. 

Aku bangga padamu, aku bersyukur dengan semua yang sudah bisa kita lalui bersama. Dan ini semua tentunya atas izin Allah Yang Maha Rahim... 

Kalau kita ingat, bagaimana kita bisa sampai di titik ini, rasanya air mata ini tak sanggup untuk tertahan. Kita pernah melalui masa-masa direndahkan dengan peran kita sebagai Ibu Rumah Tangga bahkan oleh sesama Ibu, kita juga pernah melalui masa-masa kebingungan apakah keputusan kita untuk tetap menjadi Ibu Rumah Tangga adalah keputusan yang tepat atau tidak, kita juga pernah merasa tak berdaya saat kita tak dianggap produktif oleh begitu banyak orang di luar sana hanya karena kita tidak menghasilkan rupiah dengan keringat kita sendiri, dan kita juga pernah merasa bersalah karena menjadi ibu yang tak sempurna bagi anak-anak kita. 

Namun, kita juga punya masa-masa dimana kita menikmati setiap detik peran kita sebagai istri dan Ibu, kita punya masa-masa dimana kita selalu menjadi yang pertama mengetahui setiap capaian tumbuh kembang anak-anak, kita punya masa-masa dimana kita selalu hadir saat anak-anak membutuhkan kita, kita punya masa-masa dimana kita selalu menjadi yang pertama yang anak-anak datangi saat mereka membutuhkan teman mengobrol, kita punya masa-masa dimana kita selalu menjadi pusat semesta bagi seluruh anggota keluarga di rumah, dan kita punya masa-masa dimana kita bersyukur akhirnya semua perjuangan tak kasat mata kita akhirnya membuahkan hasil yang manis. 

Dulu, kini, nanti, peran kita tak akan pernah terganti. Dulu, kini, nanti, benang merah yang kita miliki semakin jelas membawa kemana kita akan berjalan dan bagaimana kita menjalaninya. 

Hampir sembilan tahun menjalani peran sebagai Ibu rumah tangga, hampir delapan tahun menjalani peran sebagai Ibu, begitu banyak hal yang dilalui, begitu banyak hal yang dipelajari, begitu banyak hal yang berkembang dari dirimu, begitu banyak bukti baik yang kamu berikan untuk dirimu sendiri... Kini, saatnya kamu mulai berkarya dengan bekal yang sudah kamu dapati. Kini, saatnya kamu mulai berbagi dengan apa yang sudah kamu miliki. Aku dan kamu sudah cukup kuat berdiri. 

Bismillahirrahmanirrahim, diriku yang senantiasa gigih dalam berproses, mari kita songsong 2022 dengan misi baru. Misi yang semoga kelak menjadi bekal kita saat kita harus berpulang kepadaNya Yang Maha Mencintai. 

Bumi Tadulako, 
28 Desember 2021





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Jurnal 4 : SMART Goals dan Sumber Daya

Di sistem umpan balik yang keempat ini saya mendapatkan buddy dari Jakarta, mbak Helena namanya. Beliau seorang ibu bekerja di ranah domestik dan juga aktif sebagai blogger. Saat berkenalan beliau cerita bahwa beliau pernah tinggal di Palu! Obrolan seputar tempat wisata di Palu dan sekitarnya pun mengalir. Ah, rasanya ingin sekali pandemi cepat berlalu jadi saya bisa jalan-jalan yang agak jauh lagi. Sudah lama berencana ke Donggala lagi, atau ke Poso, tapi karena Pandemi jadi tertunda. Paling jauh ke Sibedi di Sigi 😅 Selain ngobrolin tempat wisata di Palu dan sekitarnya, kami juga ngobrolin proses menjalankan tantangan 4 kemarin. Ternyata mbak Helena sama seperti saya yang berjalan bersama tim keluarga, bedanya mbak Helena melibatkan anak-anaknya sedangkan saya hanya dengan suami saja. Proses menentukan SMART Goals pun tidak terlalu sulit, diskusi yang terjadi di tim beliau berjalan lebih santai dan lebih mudah dari sebelumnya. Melihat SMART Goals dan milestone yang dibuat oleh mbak H...

Membangun Karakter di Hexagon City

Pekan ini saya kembali dibuat terkagum-kagum dengan Hexagon City. Konsep Character to Nation yang disampaikan founding mother membuat saya pribadi merinding. Bagaimana tidak? Beliau ingin kami memiliki karakter moral yang sama sebagai Hexagonia untuk membangun peradaban  Hexagon City. Karakter moral yang beliau maksud juga sama dengan karakter moral Ibu Profesional. Karakter moral sendiri diartikan sebagai kumpulan kualitas perilaku moral yang bisa menyatukan dan mendefinisikan secara budaya sebagai perbedaan dari warga lain. Kesamaan karakter moral akan menjadi identitas suatu kelompok. Di Hexagon City ada 3 komponen karakter moral yang harus kami miliki, yaitu:  Moral knowing, yaitu pengetahuan tentang moral. Ada 6 yang berlaku di Hexagon City. Moral feeling, yaitu perasaan tentang moral. Ada 6 yang harus mampu dirasakan oleh para Hexagonia. Moral action, yaitu bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Bisa dilihat dari 3 hal yaitu komp...

Ibu, Kuatlah! Demi Surga Anakmu!

Para pengikut yang setia mendampingi Abdullah bin Zubair makin sedikit, dan ia mengkhawatirkan keselamatan mereka. Tetapi mereka ini tidak mau meninggalkannya sendirian sebagaimana teman-temannya walau nyawa harus menjadi taruhannya. Abdullah bin Zubair menemui ibunya, Asma’ binti Abu Bakar, yang telah berusia hampir 100 tahun dan telah buta matanya. Dia datang untuk mendiskusikan masalah yang dihadapinya. Abdullah bin Zubair menceritakan kepada ibunya situasi yang sedang dihadapinya. Termasuk berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada pasukan yang dipimpinnya. Jumlahnya memang sangat sedikit. Mendengar penuturan putranya tersebut, Asma’ jadi teringat dengan "ramalan" Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam saat melahirkannya. Inilah masa yang digambarkan oleh Rasulullah untuk putranya, dan ternyata ia ditakdirkan untuk menyaksikan kejadian tragis tersebut. Sebagai seorang ibu yang berhati tegar dan sangat teguh memegang kebenaran, Asma’ berkata, ...